Ramadhan ini Mendekatkanku...

Bismillahirrahmaanirrahiim
Alhamdulillah, akhirnya aku berhasil melewati sidang yang pelik melebihi sidang isbat kemarin malam, melebihi pertentangan perhitungan hasil suara Pemilu beberapa hari yang lalu. Sebuah persidangan yang dipimpin seorang jaksa sekaligus hakim, adikku sendiri, dengan Ibu sebagai penasehat, tante sebagai pembela serta keluarga besar dan beberapa tetangga yang hadir sebagai saksi. Agenda pembahasan pada hari raya Idul Fitri ini bukanlah peleburan dosa, namun perihal menggenapkan separuh agama. Aku juga tidak tahu bagaimana awal mula sidang ini terjadi dengan tiba-tiba aku yang menjadi sorotan utama ditambah saudara-saudara yang seumuran dan lebih tua.

Kata teman-teman, salah satu pertanyaan di hari raya saat berkumpul bersama keluarga adalah "kapan nikah?".  Ternyata tidak semengerikan yang diceritakan ketika dicerca pertanyaan tersebut. Ada satu hal yang dapat kita ambil ketika semua saudara telah menanyakan hal tersebut. Bagiku ini salah satu ladang evaluasi global terkait kedewasaan dan penilaian orang. Membahas satu topik ini tidak akan pernah selesai, aku jadi teringat bagaimana ramadhanku tahun ini. Ramadhan yang menurutku sangat berbeda dalam kurun waktu 3 tahun terakhir.

Setelah hampir 3 tahun, tiga seperempat dari total keseluruhan  ramadhan kuhabiskan di Kota Malang, akhirnya tahun ini benar-benar dapat berwarna-warni, terutama lebih dekat dengan keluarga dan saudara-saudara di Ngawi. Satu hal yang membukakan mataku agar lebih menghargai sebuah kehadiran di keluarga, yang menyadarkanku bahwa selama ini aku banyak mencampakkan kerinduan dan sebuah momen yang tidak akan tergantikan.

Isyhadu bi anna muslimuun.....

Sempat bermimpi untuk menjalani ramadhan di Negeri orang dan akhirnya tahun ini diperkenankan oleh Allah SWT. Bersama beberapa kawan Jenesys, kami melewati 3 hari awal ramadhan di Negeri Sakura. Betapa berharganya sebuah pengalaman, dimana tak ada lagi kumandang adzan dari masjid-masjid, kebersamaan sahur bersama keluarga, pun juga ramainya sholat tarawih serta lantunan ayat suci usai shalat tarawih yang bersahutan antar masjid.

Ketika itu aku dan empat kawanku, Mbak Intan, Mbak Gita, Mbak Zahra, Mbak Nisa, sedang beradaptasi di keluarga Masako di Miyazaki. Aku ingat bagaimana kami harus berkoordinasi membentuk sebuah kalimat demi melaksanakan sahur. Kami menggambar, menyusun kalimat untuk Okaasan, menanyakan bahasa Jepangnya "puasa" ke teman kami Sicha,  yang akhirnya kami berhasil meminta ijin untuk sarapan jam 2 pagi.

Sholat tarawih pertama tampak hening hingga tak terasa menitikan air mata. Aku merindukan berada di Indonesia, yang dengan mudahnya ada tempat wudhu khusus, ada kumandang adzan setiap waktu shalat, dan tentunya saudara seiman yang saling mengingatkan. Identitas seorang muslim saat berada di Negara mayoritas non muslim sangat terasa dan patut dipertahankan. Alhamdulillah sahabat-sahabat disini walaupun berbeda agama masih saling mengingatkan dan membantu satu sama lain. 

Meskipun Okaasan  tidak memahami secara pasti, Okaasan rela tidur malam untuk mempersiapkan makanan meskipun kami sudah memberitahu Okaasan  bahwa sisa makan malam masih sangat cukup. Kami kaget saat bangun dan mendapati makanan yang bervariasi dan lebih dari cukup di meja makan.

Memori beberapa kali ditanya oleh masyarakat Jepang "Why you....." sambil menunjuk kerudung yang ada di Kepala, buka puasa setengah delapan malam di Bus, sahur bersama di Kumamoto dan Tokyo, menambah haru suasana ramadhan tahun ini. Sebuah suasana yang akan menyadarkan betapa beruntungnya kita berada di Indonesia. Ada beberapa kawan yang berjuang menanyakan ayam yang halal, ada yang mengurangi waktu makannya untuk mencari tempat sholat, ada yang berpadu saling membantu mengeringkan wastafel dan lantai usai berwudhu, ada yang saling mengawasi saat saudaranya melaksanakan ibadah dan satu hal yang sangat kuingat, saat mereka, beberapa pemuda yang lantang mengumandangkan "Allahu Akbar", berdiri tunduk di hadapan Penciptanya diruang tunggu Airport, dua barisan sholat isya' didepan lift Hotel ternama di Tokyo dengan lantunan ayat suci yang mantab dan menggetarkan, sekalipun bisa saja petugas keamanan membubarkan mereka karena dianggap "mengganggu kenyamanan umum". Lalu dengan kemudahan dan perlindungan yang diberikan Allah, masihkah kita akan meragukan kalimat "jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu"?
*
Menjelang pertengahan ramadhan aku baru merasakan kehilangan dosen pembimbing di Teknik, Ayah. Saat mayoritas teman seangkatan pergi ke Kampus mengerjakan tugas akhir, saat kanan kiri ketika aku bertanya "ngerjain apa?" jawabnya"Skripsi". Satu hal yang akhirnya membuatku tidak nyaman lagi berada di Kampus. Tahun ini aku harus berjuang mencari kegiatan luar Kampus, apapun itu. Mencari mutiara hikmah di tempat yang membuatku kembali nyaman. Padahal mengingat tiga tahun terakhir, hari-hariku kuhabiskan di Kampus dengan segudang kegiatan yang tak pernah membuatku bosan. Ramadhan ini mengajarkanku tentang keimanan.

Aku banyak belajar dengan Ibu-ibu di Masjid yang saling mengingatkan. Padahal saat itu aku sudah berusaha merapatkan barisan, untungnya seorang Ibu kembali mengingatkan kalau barisannya kurang rapat. Kuliah sore menjelang berbuka dibeberapa tempat luar Kampus akhirnya menjadi alternatif untuk bermuhasabah selama ramadhan di Malang. Lalu dalam sebuah kajian pagi aku tersentak dengan pertanyaan seorang Ibu."Terus bagaimana ustadzah, saya ramadhan ini tidak bahagia, keluarga tidak lengkap".Satu kalimat yang akhirnya menyadarkanku untuk kembali menerapkan kata ikhlas.  

"Ibu beriman? Rukun iman keenam apa Bu?" tanya ustadzah tersebut. Tanpa dijelaskan panjang lebar, kami sebagai orang yang menimba ilmu dalam majelis tersebut mengerti apa yang ustadzah maksud. "Astaghfirullah, ternyata selama ini imanku masih dipertanyakan" sahutku dalam hati. Aku kembali diingatkan kepada sebuah kalimat "Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: “Kami telah beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi?"

Awalnya kamar Kos hanya menjadi dreamland, dan ramadhan ini aku suka menghabiskan didalamnya. Sebuah perbedaan yang nyata, ketika tiga tahun terakhir berangkat pagi ke Kampus, pulang sore atau malam atau sekadarnya saja, saat ini berbalik. Ke Kampus hanya sekadarnya kalau ada urusan, selebihnya kegiatan luar Kampus dan selebihnya Kos. Jika siang tidak ada kegiatan, tayangan Hafiz Indonesia dan AKSI dilayar televisi menjadi salah satu alternatif. Masya Allah, pejuang-pejuang Allah itu membuatku benar-benar tertampar. Mengikuti hafalannya membuatku benar-benar sadar, 21 tahun ini kemana saja. Mereka dengan usia dibawah 10 tahun, ilmu agamanya mantab, hafalannya sudah tidak dipertanyakan lagi. Aku mencoba belajar dari Bundanya Keysa, sebuah metode menghafal dengan gerakan yang aku yakin akan sangat bermanfaat bagi generasi-generasiku nanti. Alhamdulillah, ternyata ramadhan indah bukan hanya di Kampus, walaupun kecil, baru sekarang ini Kos dapat menjadi tempat mengevaluasi diri.

Ketika yang lain menghabiskan waktunya dengan tertawa bersama kawannya, belajar bersama sahabatnya, tahun ini aku ingin hanya sendiri mengikuti langkah hati. Tahukah apa yang kurasa? Sungguh, Allah itu lebih dari cukup, dan bersama-Nya benar-benar hati terasa tenang.
*
Atas saran seorang sahabat, akhirnya aku memutuskan untuk pulang ke Ngawi. Beberapa hari di Ngawi sebelum akhirnya kembali lagi ke Malang untuk bersilaturahim dengan sahabat dari luar kota, memberikan sebuah kesan. "Kapan pulang? Tumben pulang? atau baru sampai ditanya "Kapan balik ke Malang?". Sudah pasti akan ada pertanyaan yang serupa disetiap tempat yang aku kunjungi. Maklum, jarang pulang membuat mereka sedikit lupa denganku. Mungkin hanya mengetahui nama tanpa mengetahui rupa. Ibu menyuruhku mengantarkan sesuatu ke Rumah saudara, akhirnya terjebak dalam obrolan dengan beberapa tetangga. Selama ini ternyata aku kurang berbagi cerita dengan beberapa tetanggaku yang jarak rumahnya sedikit jauh. 

Mereka membahas pendidikan anaknya, maklum kami memang tinggal di Desa dengan informasi-informasi yang terbatas. Mereka takut menyekolahkan anaknya karena tidak ada biaya. Kurangnya sosialisasi dan informasi menjadi salah satu kendala. Akhirnya aku dan mereka salingsharing. Sesekali kami bercanda, dan nikmat kebersamaan itu tidak akan pernah ada ditempat lain. Kini aku sedikit mengerti, hari itu menjadi hariku untuk bersemangat keliling di tetangga dan saudara.

Ketika pulang ke Rumah percakapan dengan Adikku juga menjadikanku mengevaluasi diri.

"Mbak cara hafalan yang mudah gimana?" tanyanya

"Pelan aja banyak diulang, buat awalan 5 ayat juga bisa kalau masih agak sulit"jawabku sambil mengerjakan sesuatu.

"Yah, aku 10 ayat ini biasanya, sekarang udah hafal 40 ayat masih kurang, semakin susah" keluhnya.

Tahukah saat itu aku benar-benar malu melihat diriku sendiri, puluhan ayat dilahab adikku secara diam-diam. Karena dicambuk malu, akupun tak mau kalah dengan adikku sendiri. Kembali melihat target dan merubahnya lebih baik. Diam itu memang emas, sebuah potensi yang tak nampak dan tak mau ditampakkan yang terkadang diremehkan.
*
Dunia adalah perhiasan dan sebaik-baik perhiasan adalah wanita shalihah

Sebuah pembuka dalam lembaran awal sebuah buku bertuliskan arab namun berbahasa jawa. Malam usai tarawih di Mushola dekat rumah, belajar dengan beberapaummahat  disela-sela tadarus. Alhamdulillah mendapat ilmu baru beberapa kitab yang mereka pelajari selama di Pondok. Memang pada malam-malam itu, hanya aku dan satu adik kelasku yang belum menikah, tapi tidak ada yang membedakan di antara kami karena usia kami hanya terpaut 1-3 tahun. Senang rasanya mengulang masa-masa sekolah dasar dan menengah dengan menghabiskan malam mengaji di Mushola, bedanya kalau dulu bersama adik-adik dan teman-teman seumuran.

Menjadi wanita adalah anugerah terindah dari Allah SWT. Begitu mulianya seorang wanita jika mengetahui hak, kewajiban, tugas dan fungsinya. Disaat banyak yang menuntut kesetaraan gender, menuntut emansipasi, sebenarnya wanita sudah diberikan porsi tersendiri. Aku terhanyut dalam pembahasan di Mar'atush Sholihah. Mengingat tugas wanita salah satunya menjadi madrasah pertama bagi putra-putrinya menjadi salah satu penentu bagaimana nasib kedepan suatu Bangsa. Ya, Wanita adalah tiang Negara.

"Yang namanya masalah pasti ada. Seandainya wanita tahu tugas dan kewajibannya di Rumah, harus menaati suaminya selama tidak bertentangan dengan perintah Allah, dan mereka berdua memiliki ilmu rumah tangga  yang cukup, insya Allah masalah rumah tangga bisa diselesaikan dengan baik Mbak" salah satu pesan Ibu muda tersebut kepadaku.

Ramadhan ini benar-benar berwarna. Sembari menjalankan target amal yaumi, ada banyak hal yang dapat kita peroleh dengan penglihatan, pendengaran dan perasaan terhadap sekeliling. Cerita diatas hanyalah sekelumit bait Ramadhan tahun ini, masih banyak pelajaran berharga setiap harinya, akan banyak cerita yang tertuang, dan akan banyak hikmah yang bertebaran. Ramadhan ini mendekatkanku... mendekatkanku kepada mereka, kepada keluarga, kepada tetangga, kepada sahabat, dan kepada-Nya.

Terima kasih kepada semua yang telah membantu , menguatkan, dan mengingatkan. Selamat hari raya Idul Fitri 1435 H. Taqabbalallahu minna wa minkum, semoga kita tetap istiqomah dalam beribadah dan berlomba-lomba dalam kebaikan usai ramadhan tahun ini dan dipertemukan dengan ramadhan tahun depan. Aamiin..

***
Ngawi, 1 Agustus 2014
Vita Ayu Kusuma Dewi

Comments