Mengais Selembar Dollar

Bismillahirrahmaanirrahiim
Tepat pukul 02.12 dini hari aku terbangun dari istirahat panjangku. Ya, demam tinggi sejak selesai ujian 3 hari yang lalu seperti melenakanku dari aktivitas dunia nyata. Alhamdulillah dini hari itu, aku dapat kembali terbangun meski pusing masih terasa. Kupandangi sekitar, kuingat lagi apa yang harus kulakukan di jum’at barakah itu. Aku masih memiliki tanggungan membayar beberapa administrasi yang belum usai. Dilain sisi sebuah kondisi memaksakan untuk tidak bisa lagi mengambil uang tabungan yang diamanahkan Ayah. Pagi itu kubuka buku tabungan kumpulan beasiswa yang pernah kudapat, dan setelah kuhitung keseluruhannya, masih kurang tiga ratus ribu rupiah. Ya Rabb, bagaimana bisa mendapatkan uang sejumlah itu sebelum dhuhur? Pikirku saat itu.

Mataku terus mencari tanpa henti yang mungkin bisa digantikan sejenak dan mungkin bisa untuk ditebus suatu saat nanti. Sesekali sesenggukan memikirkan dampak jika tak kudapatkan uang itu. Kulihat catatan pulsa, dan uang bayaran pulsapun tak akan sejumlah ratusan pada hari itu.

Kutuju pada sebuah dompet berisi nota-nota yang telah kurekap dalam buku pengeluaran, kukeluarkan seluruhnya, berharap ada lembaran-lembaran rupiah yang terselip disela kertas-kertas itu. Namun tetap saja tak ada. Dompet yang kumiliki sejak SMA itu memiliki sisi yang tersembunyi, disanalah ada tiket kereta dan bukti penukaran uang saat berada di Jepang.

Perlahan kubuka tiket kereta yang sudah expired itu. Masya Allah, laa haula wa laa quwwata illa billah... beberapa lembar dollar masih terjepit rapi disela tiket, juga lembar yen yang masih tersisa. Aku benar-benar lupa bahwa aku pernah menaruh lembaran itu. Dollar itu adalah sisa uang ketika aku transit di Hongkong pada tahun 2013 dan yen itu adalah sisa saku saat aku mengikuti kegiatan di Jepang. Alhamdulillah… pertolongan Allah itu datang disaat yang tepat.

Seketika itu aku ingat pesan Ayah, saat itu Ayah menyarankan agar aku membawa uang dollar, takut jika sewaktu-waktu aku memerlukan biaya makan atau keperluan lain diperjalanan, mengingat uang dollar lebih mudah ditukarkan dengan mata uang lain ketika berada di Luar Negeri. Ayah sendiri tidak menganjurkan untuk segera ditukar ketika kembali di Indonesia, agar aku termotivasi untuk ke Luar Negeri lagi memanfaatkan sisa-sisa uang itu. Namun Ayah, maaf, dalam kondisi ini ternyata aku membutuhkannya untuk ditukar dengan rupiah. 

Lembaran-lembaran dollar itu telah menjadi perantara penolong dari Allah. Setelah kutukarkan menjadi rupiah, uang itu dapat menutupi biaya administrasi yang kubutuhkan, bahkan lebih dari cukup. Bukan hanya itu, saat aku ke Kampus uang hasil pulsa ternyata melebihi dari yang kukira. Alhamdulillah. Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan? Masihkah kita ragu akan janji-Nya? Masihkah kita tidak yakin bahwa Allah akan memberikan kemudahan setelah kesulitan? Masihkah kita berputus asa dari rahmat dan pertolongan Allah?
Terima kasih ya Allah kau lancarkan lidah ini...

***
GANIZ, 7 Februari 2015
Vita Ayu Kusuma Dewi

Comments