Kisah Awal Nulis di IDN Times, yang Pernah Bikin Patah Hati

Bismillahirrahmaanirrahiim
Melanjutkan kisah mengapa menulis di media massa, kali ini saya khusus menceritakan polemik hati saya dengan IDN Times :'D Jadi, qodarullah, mudik kemarin, saya mendapat mudik gratis bersama IDN Times. Hmmmm....yang naskah saya pending terus. Disitulah saya merasa ini pertanda. Haha...Sebuah pertanda untuk kembali aktif menulis, minimal di blog sendiri. Seiring jalan, selepas mudik itu, sambil masih mupeng ke tulisan kak Rivandi yang bisa lolos ke IDN Times, sayapun semakin tertantang untuk melampaui ketakutan diri. 

Sepulang dari mudik itu, kak Helmi dari IDN Times mewawancari saya terkait pengalaman mudik, di saat itulah pula saya meyakinkan diri untuk menulis kembali, karena bagi saya, diberi mudik gratis ini bukan hanya sekadar untuk pulang dan menghemat biaya saja, lebih dari itu, Allah ingin menciptakan atmosfer semangat kembali menulis. Duh...Allah romantis lewat rencana-Nya :') Yang pengen baca kisah mudik saya bersama dengan IDN Times bisa dibaca di link ini ya. 
Suatu sore tepatnya 26 Juni 2019, akhirnya saya stuck dalam menulis naskah penelitian. Lalu saya kepikiran pintu kemana lagi Doraemon :'D Berawal dari situlah akhirnya saya ingin menulis pernak pernik serba Doraemon. Inget sama mbak Dyan, kawan WRE saya di Malang yang suka banget koleksi all about Doraemon. Jadilah disitu tulisan perdana saya di tahun ini untuk IDN Times. Alhamdulillah saya tulis sore hari, masuk ke menu pending, malamnya ada email naskah akan terbit. Lalu saya berpikir, naskah saya kok gini amat ya, bermanfaat gak ya nanti :'D Saat itu saya pikir minimal bermanfaat bagi penyuka Doraemon lah :'D

Berawal dari sebuah diskusi, saya baru menyadari jika target pembaca IDN Times khususnya adalah millenial dan gen Z. Hal inipun menyadarkan saya akan alasan kenapa 2 artikel yang saya tulis di tahun 2018 semuanya pending hingga sekarang. Sudah ikhlas sekarang mah :'D 
Nah, lambat laut, setiap saya jenuh, saya lampiaskan dengan menulis, minimal otak saya berpikir, itu prinsip saya saat itu. Sayapun pas jenuh nulis, submit, jenuh lagi, nulis lagi, submit lagi. Perihal keterima atau gak, pikir belakang :'D Aslinya teh ini obat jenuh. Alhamdulillah lah ya, daripada saya tambah stres :'D Makanya yang saya tulis bukan sesuatu yang berbau perasaan, karena kalau urusan rasa, susah dibohongi cie :'D

Dari semua naskah yang saya submit sampai detik ini, belum ada sebulan saya menulis di IDN Times, ada yang masih pending, ada yang tidak terbit, ada yang pernah revisi langsung terbit, dan ada yang cepat terbit, dan entah kenapa yang laku, banyak pembaca dari tulisan saya malah yang tentang Doraemon, suvenir nikah dan hijab. Tulisan berbau sedikit serius tapi disampaikan dengan santai seperti belajar bahasa inggris hanya sedikit pembacanya :'D 

Nah, saat saya share tautan tulisan saya di IDN Times banyak yang menanyakan sistem menulisnya, dapat uang atau tidak. Jawaban awal selalu saya mulai dengan pelurusan niat, bahwa memang bukan uang yang utama. Rasanya capek sekali kalau mengejar uang. Pendaftaran akunnya sangat mudah lalu tinggal menulis, submit, tunggu keputusan redaksi. Perihal pendapatan sistemnya poin, dengan dasar page views atau jumlah orang yang membuka atau membaca naskah kita. 

Saya sedang mengupayakan aktif kembali menulis tanpa mengenal jenuh, agar sampai apa yang mau disampaikan. Semoga ya. Pelan-pelan, semoga saja setelah ini tidak kembali redup. Memang saat ini saya sedang menyelesaikan tugas akhir, jadi porsi menulis ilmiah itu lebih utama, dan itulah salah satu alasan mengapa saya menulis di IDN Times atau blog adalah saat jeda, minimal satu tulisan dalam seminggu, itu target saya. 

Ya, itulah sekelumit cerita yang mungkin bisa diambil hikmahnya. Jangan lupa mampir ke akun saya di IDN Times ya, Vita Ayu Kusuma Dewi. Semoga saja ada manfaatnya tulisan saya. Oh iya, terima kasih kembali kak Rivandi yang kadang nge-share tautan tulisan saya di IDN Times, terima kasih dukungannya :)

Per 9 Juli pagi ini, sebelum berangkat olahraga pagi, alhamdulillah meski sedikit baru 8 di IDN Times, ini langkah awal untuk semangat menulis lagi. Berikut tautan berdasarkan judulnya. 
1. Mau Nikah Tema Doraemon? Ini 16 Inspirasi Pernak-perniknya yang Lucu 
2. 5 Rekomendasi Akun Selebgram untuk Belajar Bahasa Inggris
3. 25 Inspirasi Gaya Hijab Syar'i ala Designer Keren Fitri Aulia
4. 7 Inspirasi Mahar yang Gak Biasa, Ada Investasi Buat Masa Depan
5. 9 Suvenir Pernikahan Simpel Ini Punya Pesan Green Lifestyle
6. 8 Alasan Kamu harus ke Pulau Sebira, yang Ada di Ujung Utara Jakarta
7.8 Alasan Kamu Harus Liburan ke Gunung Parang Purwakarta
8.5 Rekomendasi Toko Baju Tenun Etnik Khas Indonesia di Instagram
***
Puri Fikriyyah, 9 Juli 2019
Vita Ayu Kusuma Dewi 

Comments