Aku Malu Dipanggil Aktivis

Bismillahirrahmaanirrahiim
Sore ini tampak hening, namun tiba-tiba ramai dengan deringan tanda masuk pesan...
*
Aku malu saat kau memanggilku dengan sebutan “Aktivis”
Karena bisa jadi amal baik mu lebih banyak daripada amalku.

Aku malu saat kau memanggilku dengan sebutan itu
Karena bisa jadi keikhlasanmu lebih mendalam daripada diriku.

Aku malu sangat malu saat kau memanggilku dengan sebutan Aktivis yang hebat
Karena bisa jadi kedudukan engkau lebih mulia di hadapan Allah.

Siapa yang tahu tentang hati ini?
Bukankah yang mengetahui hanyalah diri sendiri dan Allah semata?

Aku sungguh sangat malu kawan, engkau memanggilku dengan sebutan “aktivis” ketika bacaan Qur’an ku masih terbata-bata dan belum baik. Apalagi dengan hafalan Qur’an ku? Tahsin saja aku masih menunda-nunda. Apalagi untuk tingkat Tahfizh?

Aku merasa tidak pantas kawan, ketika engkau menyebutku dengan sebutan “aktivis” yang sering pulang larut malam karena banyak agenda dakwah disana-sini. Hingga tak jarang aku membiarkan Mushaf itu hanya bergeletakan di atas meja kerjaku, atau bahkan hanya kusimpan di dalam tas ku tanpa sesekali ku membacanya.

Aku tak kuasa menahan air mata ini kawan, engkau memanggilku dengan sebutan “aktivis” ketika lalai ku membuat kalian merasa terzolimi. Lalai ketika tidak bisa menjalankan amanah di tempat tinggal bersama mu, atau lalai ketika tidak memerhatikan hubungan ukhuwah antara kita. Ya, karena aku terlalu sibuk dengan agenda-agenda dakwah ku di luar sana.

Aku merasa diri ini tak pantas, engkau memanggil dengan sebutan “aktivis” ketika kehidupanku mulai tak seimbang antar kegiatan organisasi dan akademik. Padahal engkau selalu memerhatikanku.

Tapi sepertinya aku bersikap acuh tak acuh hingga penyesalan itu kian datang. Dan berujung dengan keputusasaan.

Aku merasa malu sekali kawan, engkau memanggilku dengan sebutan “aktivis” yang pandai menjaga hati. Padahal bisa jadi ketika aku bertemu dengan kawan perjuangan lawan jenis disana, hatiku terpaut tak menentu dan mengotori jalan keikhlasan cintaku kepada-Nya. Bisa jadi engkau lebih pandai menjaga hatimu dari pada aku yang berbalut dalam organisasi dakwah ini. Bisa jadi ini hanya topeng semata untuk menutupi busuk nya hatiku di hadapan mereka yang tak tahu.

Aku sungguh sangat sedih kawan, engkau memanggilku dengan sebutan “aktivis hebat”, padahal bisa jadi engkau lebih hebat mengatur waktu dan amalan yaumiyahmu dibanding dengan
diriku.

Sudah cukup kawan jangan panggil aku dengan sebutan “itu” lagi, jika aku hanya berlindung diri dalam kegiatan dakwah tanpa membenahi diri menjadi lebih baik. Sungguh…

Ini bukanlah dakwah Ketika amal yaumiyah mu terlalu berserakan di jalan. Hancur berkeping- keping.

Ini bukan dakwah,
Ketika Bacaan Qur’an mu tak sampai satu juz perharinya dan engkau menggantinya dengan hanya berkumpul- kumpul saja tanpa arti. Atau kegiatan lainnya
yang sia-sia.

Ini bukan dakwah,
Ketika engkau tak mau memperbaiki bacaan Qur’an mu dan menambah Hafalan Qur’an mu dengan alasan berjuta-juta kesibukanmu.

Ini bukan dakwah,
Ketika amanah di dalam tempat tinggalmu terus kau lalaikan dengan alasan sering pulang larut malam karena rapat disana-sini. Apa artinya bersinar di luar namun redup di dalam?

Ini bukan dakwah,
Ketika engkau tak peduli dengan kondisi kesehatan dan akademikmu sendiri. Padahal saudara-saudaramu sudah sering mengingatkanmu. Hingga kau menyesal nanti. Dan terkadang menyusahkan saudara-saudaramu.

Ini bukan dakwah,
Ketika hijab hatimu sudah sangat terkoyak, bahkan tak jarang kau sering mengotori hatimu melalui cara berkomunikasi yang tak wajar dengan kawan lawan jenismu.
Atau bisa jadi membuat-buat alasan untuk koordinasi kegiatan dakwah.

Ini bukan dakwah,
Ketika lingkungan sekitarmu tak kau pedulikan, bahkan senyumanmu terhadap saudaramu engkau lupakan.

“Yaa Muqollibal Qulub, Tsabbit Qolbi ‘Ala Diinik”
“Wahai Zat yang membolak-balikan hati, teguhkan hatiku di atas agama-Mu"
*
Aku tumbang dengan kalimat-kalimat itu. Terima kasih kawan telah mengingatkan dalam sebuah ukhuwah. Uhibbuki fillah :')

Dalam dekapan ukhuwah, aku menyadari betapa hina diri ini. Tapi selalu mereka tak pernah henti mengingatkan, tak pernah henti menunjukkan jalan untuk terus menuju-Mu. 
***
*Terima kasih teman-teman Al Hadiid, saya malu sama kalian. Namun saya bersyukur dipertemukan dengan kalian. Kalian yang membuat saya iri dengan hafalan kalian, pemahaman kalian dalam Islam, dan satu lagi, kalian selalu meluangkan dan menyempatkan diri untuk Allah, bukan memberikan waktu sisa kepada Allah. Saat itu, saya tak sengaja ke Sekret, saya kira ada akhwat didalam, ternyata sebelum saya sempat ke tempat akhwat, terdengar suara tilawah dari seorang ikhwan yang berada di tempat akhwat, yang saya juga tidak tahu siapa. Sejak itu, saya malu, saya belum bisa seperti kalian. Pun juga dengan sms taujih yang kalian kirimkan, dengan diskusi kalian di WA. Sengaja saya menjadi silent reader, karena saya malu. Saya masih tertatih dijalan ini, sekali lagi terima kasih telah menjadi perantara Allah untuk selalu mengajak saya kejalan yang lurus. Uhibbukum fillah...

Recording WRE, 12 Januari 2014
Vita Ayu Kusuma Dewi

Comments

Post a Comment

Komentar dimoderasi, yuk sambung silaturahim, saya akan langsung berkunjung balik ke sahabat semua ^^