"Small Building, Big Impact" PAH dan Rain Water Harvesting Technique

Bismillahirrahmaanirrahiim

 Siklus Hidrologi
Sumber: http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/1/19/Watercyclesummary.jpg
Berada dalam nuansa keairan selama 2 tahun menjadikan diri ini akrab dengan salah satu proses yang selalu diulang-ulang setiap kali materi. Daur hidrologi, pastinya sahabat semua sudah familiar dengan proses ini. Siklus hidrologi yang dapat dibedakan menjadi siklus pendek, sedang dan panjang. Jika dilihat pada gambar diatas maka pada suatu titik dalam siklus hidrologi pada saat terjadi presipitasi (curahan atau jatuhnya air dari atmosfer ke permukaan bumi dan laut dalam bentuk yang berbeda, yaitu curah hujan di daerah tropis dan curah hujan serta salju di daerah beriklim sedang), khususnya dalam bentuk air hujan yang turun ke tanah akan melalui beberapa tahap lagi.

 Pada saat mencapai tanah, maka akan terus bergerak melalui beberapa cara diantaranya ada yang meresap kedalam tanah berupa infiltrasi dan perkolasi, atau melimpas dipermukaan.  (Sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/Siklus_air) 
 
Ketika air tersebut mengalami perkolasi dan infiltrasi kedalam tanah, maka air yang masuk merupakan tabungan atau investasi untuk bisa disimpan menjadi air tanah dan digunakan kembali melalui pemanfaatan air tanah. Mengingat jumlah air tawar sangat sedikit dibandingkan dengan air laut.  Seperti data yang tampak dibawah ini berdasarkan sumber ini.

Akan sangat disayangkan apabila air hujan yang turun, melimpas secara berlebihan dan mengakibatkan beberapa dampak besar. Sebab, melimpasnya air permukaan tidak selamanya mengalir indah kembali kelaut. Banyak lintasan yang dilewati, bisa saja turun hujan di perkotaan, di pegunungan, di pedesaan, atau ditempat lain yang nantinya berkumpul melewati sungai untuk lepas kembali kelaut. Jika air limpasan permukaan tersebut mengalami kendala untuk melimpas langsung maka bisa saja akan terjadi beberapa masalah yang sudah umum kita dengar, genangan dan banjir. Hal ini ironi sekali, sebab saat air melimpah terjadi bencana, ketika persediaan air permukaan menipis juga terjadi kekeringan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Van Damme (2001), karena tidak dikelola dengan baik, air tersebut sering menimbulkan masalah. Di musim hujan banyak terjadi banjir, longsor, erosi. Sebaliknya, di musim kemarau akan mengalami kekurangan air. 

 Untuk meminimalisir air yang melimpas agar bisa dimanfaatkan, perlu adanya sebuah pembangunan penampung air hujan. Jika dalam skala besar dapat dibangun sebuah waduk sebagai tampungan, maka dalam pemaparan Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pekerjaan Umum  Puslitbang Sumber Daya Air disajikan tentang alternatif hasil pemikiran berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi berupa Bangunan Penampung Air Hujan (PAH) dan Rain Water Harvesting Technique.

Contoh Bangunan Penampung Air Hujan (PAH)
Sumber : http://123.231.252.9/index.php/hasil-litbang/329-bangunan-penampung-air-hujan-pah 

 Menurut sumber Kementerian Pekerjaan Umum Puslitbang Sumber daya Air bangunan penampung air hujan (PAH) tradisional yang telah banyak dibangun di Indonesia. Tujuannya sebagai penyediaan air baku mandiri. Beberapa tipe dari bangunan penampung air hujan ini diantaranya :
  • Bangunan penampung air hujan tradisional. Konsep ini merupakan bangunan penampung air yang dibuat secara sederhana, umumnya bervolume kecil, yang tak akan cukup untuk memenuhi kebutuhan air rumah tangga dalam setahun.
  • Bangunan penampung air hujan semi rasional. Bangunan ini memiliki volume hampir sama dengan luas atap bangunan dikalikan curah  hujan tahunan rata-rata.
  • Bangunan penampung air hujan Rasional. Desain ini memiliki desain volume yang optimal dengan memperhitungkan volume pengambilan.
Komponen bangunan penampung air hujan tersebut diantaranya bak pemasukan air, bak akuifer buatan dan bak penampung. Bak-bak tersebut memiliki fungsi masing-masing, seperti akuifer yang berfungsi sebagai filter.
Desain Bangunan Penampung Air Hujan (PAH)
Sumber : http://123.231.252.9/images/contents/L_Absah-2010%202.jpg

 Selain menggunakan bangunan penampung air hujan, ada pula konsep tentang Rain Water Harvesting Technique.  Teknologi ini disebut dengan teknologi permanen air hujan. Pada penerapannya sebagai contoh, teknologi ini diterapkan di daerah karst Pacitan yang difungsikan sebagai penyediaan air wudhu. Konsep ini dapat diterapkan di daerah yang mengalami  kekurangan air secara berulang pada setiap musim kemarau di Indonesia dan di daerah yang mengalami kesulitan penyediaan air baku oleh berbagai sebab,  baik dari sumber air permukaan maupun dari sumber air tanah yang ada.



Desain Rain Water Harvesting Technique
Sumber : http://123.231.252.9/images/contents/KP/L_Absah-recycle%204.jpg

Bangunan diatas juga disebut dengan bangunan ABDULAH (Akuifer Buatan Daur Ulang Air Hujan). Dari contoh dua bangunan tersebut yang dipaparkan oleh Kementerian Pekerjaan Umum dapat dijadikan sebuah rujukan sebagai upaya penyimpanan air hujan dan bisa mengurangi dampak limpasan permukaan yang merugikan.

Semoga pemaparan singkat yang merujuk pada Kementerian Pekerjaan Umum ini bermanfaat dan menambah wawasan kita tentang teknologi yang dapat dimanfaatkan dalam menghadapi permasalahan pekerjaan umum saat ini.



Malang, 12 November 2013
Vita Ayu Kusuma Dewi
Teknik Pengairan-Universitas Brawijaya

Comments