#1st Day Japan: Prepare! Be Your Self!!!

Bismillahirrahmaanirrahiim
Terasa dingin meski beberapa lapis baju dan beberapa selimut menghangatkan. Pukul 06.00 AM. Saatnya sholat dan sejenak memandangi pemandangan luar yang begitu indah setelah sholat.  Tatsudayama mengitari sisi sudut kota ini, beberapa aktivitas telah dimulai meski jam 08.00 AM dan belum ada tanda-tanda mentari akan muncul. Hari ini agenda yang telah direncanakan adalah berlatih presentasi serta mengunjungi ruangan untuk chairperson. Rencana lainnya adalah mengenal masyarakat Jepang lebih dekat.
Sebelum pergi ke Kampus, aku, Kak Vandy, Kak Septi dan Kak Fauzi jalan-jalan pagi menyesuaikan suhu disini. Dingin, mungkin 3 derajat menyapa pagi ini. Kami berjalan memandangi satu persatu keunikan yang ada disini. Pertama kami keluar dari Kumamoto Islamic Center kami disuguhi dengan salah satu budaya Jepang, menghormati orang lain. Awalnya kami menunggu untuk menyeberang, tiba-tiba ada mobil berbelok, karena jalan yang kecil mobil dari arah yang berlawanan mundur kebelakang, namun tanpa sadar dibelakangnya ada mobil lagi. Hampir dan nyaris menabrak ketika mobil itu berusaha mundur. Setelah memberi jalan, 2 mobil depan belakang itu berhenti, pengemudinya sama-sama perempuan dan mereka bertemu. Pengemudi mobil yang akan ditabrak terlihat menasehati pengemudi yang berusaha mundur untuk memberi jalan itu. Dengan rendah hati, pengemudi itu tidak melawan dan hanya meminta maaf sambil terus membungkukkan badannya. Setelah itu sudah, tidak ada cekcok atau pertikaian, selesai dan hal itu sangat bermakna.

Pelajaran kedua adalah etika, disini tidak boleh sembarangan berfoto kecuali tempat umum seperti taman rekreasi. Hak-hak pribadi sangat dihormati disini. Memfoto anak orang, rumah pribadi, kejadian seperti pagi tadi, juga harus dihindari, kecuali meminta ijin dan di ijinkan. Jadi, harus sangat hati-hati dalam mengambil gambar. Selama di Jepang ini sebenarnya setiap sudut adalah tempat yang bagus untuk mengambil gambar namun harus ingat itu tadi peraturannya.

Selanjutnya saat kami berjalan-jalan didepan apato mahasiswa di dekat Kampus, terlihat sampah tertata rapi didepan apato, dipnggir jalan. Setelah di konfirmasi ternyata memang ada jadwal membuang sampah disini. Jadi misal senin itu giliran sampah plastik, selasa sampah rumah tangga, dan seterusnya. Ada kalender tersendiri yang mengatur tentang hal tersebut. Begitu tertata. Kemudian kalau membuang sampah botol, harus dipisah antara bungkus, tutup dan botolnya itu sendiri. Lagi-lagi jika ada yang melanggar atau tidak sesuai jadwal yang telah ditentukan sampah akan dikembalikan.

Jalan-jalan pagi selanjutnya terkait dengan mobil yang awalnya berkecepatan lumayan tinggi namun seketika sangat pelan atau berhenti ketika ada pejalan kaki dan sepeda yang lewat. Jalan disini sempit namun tidak ada jalan yang satu arah. Tidak macet dan juga saling memberi jalan. Bayangkan saja jika semuanya sadar seperti di Jepang pasti akan sangat minimum sekali protes terkait jalan raya yang dapat dinikmati atau dipergunakan oleh semua pihak.

Perjalanan selanjutnya hanya bersama Kak Vandy dan Kak Fauzi ke Kampus dan mencari makan pagi. Saat berada di Kampus kami meminta ijin untuk berfoto dibawah pohon yang daunnya mulai habis berguguran. Dengan sigap petugas yang sedang menyapu itu memfoto kami, sungguh baik sekali orang disini. Bahkan beliau memberikan saran untuk memakai properti yang ada. Setelah berfoto pasti beliau menunjukkan hasil foto, jika masih kurang bagus beliau akan mengulangi lagi. Jepang, Jepang… Seperti ini ternyata rahasiamu menjadi kaya selain berbaik hati tanpa diminta kepada orang lain.

Puas di Kampus kami mencari makan pagi dan kami menanyakan halal atau tidaknya makanan tersebut. Disini semua jujur, jika kita bertanya apa ada campuran babi atau sake, jika memang ada mereka akan memberitahu, jika tidak mereka akan mengatakan tidak. Untuk amannya kami memilih singkong dan jamur untuk makan pagi sekaligus siang nanti.

Pulang ke KIC dan kembali mempersiapkan presentasi esok hari. Pukul satu siang, Bu Eva datang ke KIC ingin menemani jalan-jalan, tapi ternyata teman-teman sudah keluar masing-masing, hanya aku saja yang di KIC. Bu Eva pulang lagi ke apatonya, karena ingin merasakan bepergian sendiri, aku mencoba jalan-jalan di supermarket tapi tidak membeli apa-apa karena aku tidak tahu mana saja makanan yang halal. Meskipun hanya biskuit katanya ada campurannya, itulah sebabnya harus hati-hati masalah makanan. 

Jam sholat ashar sudah memanggil aku kembali ke KIC, disanalah bertemu Bu Evi, Bu Desy dan Bu Eva. Beliau adalah dosen di Teknik Sipil dan Teknik Pengairan. Sore selepas sholat aku diminta datang ke Room D, Gedung Teknik di Kumamoto University untuk melihat tempat bertugas chairperson dan latihan. Sebelum itu aku bercerita tentang kebaikan seorang muslimah kepadaku malam tadi, dan ketika itu pula aku mendapatkan pelajaran tentang hijab dan kerudung . Ya, kenapa tentang hijab, karena di Negara minoritas muslim ini hijab menjadi identitas bagi muslimah yang membedakan antara wanita non muslim dan muslim. 

“Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin, hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Al Ahzab: 59)


Bersama Kak Septi, Bu Eva, Bu Evi dan Bu Desy aku menuju tempat tersebut. Disana aku bertemu Kak Ryan yang mendapat beasiswa riset selama satu tahun dan Bu Ima yang bersekolah disana. Kekeluargaan Indonesia yang begitu erat.
Usai persiapan itu kami melanjutkan perjalanan ke tempat-tempat acara esok hari. Kampus ini sangat luas, ada kampus selatan dan kampus utara. Puas berkeliling dan menikmati daun momiji serta daun kuning yang berguguran aku kembali ke KIC bersama Kak Septi. Namun sebelumnya kami membeli telur ayam untuk dimasak besok pagi karena lebih aman. Harganya 240 yen atau setara diatas 25.000 rupiah.

Disela perjalanan aku melihat cara parkir di Jepang yang tanpa tukang parkir. Parkir disini otomatis, banyak pula kantin kejujuran. Jadi kalau mau parkir membayar ada mesin, setelah itu parkir dan terkunci mobilnya. Akhirnya semakin menemukan makna “self service”. Selain itu ada yang membuat menarik, jalan kaki, jalan sepeda, jalan mobil, terpisah. Asyik rasanya menikmati sistem keseharian di Jepang sambil membayangkan bagaimana jika Indonesia bisa seperti ini. Ah.. Indahnya Indonesia, pasti. Ini adalah foto mesin pembayaran parkir yang tidak ada penjaganya.


Setelah sholat berjamaah di KIC kami mencari makan di Sushi Ichiba bersama  mahasiswa Indonesia yang di Kumamoto dan mencari yang halal. Sushi dengan topping ebi atau udang menjadi pilihan. Disini aku duduk bersampingan dengan Bu Eva. Dalam kesempatan ini Bu Eva memberi pesan kepada kami untuk lebih berhati-hati. 
 
Seminggu di Jepang menjadi pertanggung jawaban di akhirat yang sangat lama jika kita memaksa memakan yang haram padahal kita sudah diberi tahu untuk menghindarinya. Makanan halal pasti ada dan disanalah sebuah pesan tersirat jangan hanya mengikuti hawa nafsu yang ingin mencoba makanan baru. Jangan pula menggampangkan sesuatu yang ada karena segalanya ada Allah yang Maha Tahu dan kita sudah diberi petunjuk oleh-Nya.

“Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi”. (QS. Al-Baqarah: 168)
 

“Sesungguhnya Allah telah menjelaskan kepada kamu apa yang diharamkan-Nya atasmu, kecuali apa yang terpaksa kamu memakannya” (QS. Al- An’am: 119)

Selain itu Bu Eva juga menceritakan kehidupan di Jepang tentang orang tua yang anaknya sudah menikah. Disini orang hobi jalan kaki, wisata terindah di Jepang bagi Kak Sahara adalah jalan kaki. Jadi disini mereka awet tua, bahkan masih sangat sehat ketika tua. Namun kata Sensei, beliau tidak tahu ini buruk atau baik jika sudah tua. Sebab, banyak orang tua di Jepang yang menghabiskan masa tuanya sendiri karena harus berpisah dengan anaknya, katanya itu sudah adatnya. Jangan heran jika dijalan bertemu dengan orang tua memakai tongkat sampai membungkuk, juga dengan di mall yang mereka berbelanja sendiri. Mungkin karena orang Jepang terbiasa mandiri.

Hari pertama dengan membiasakan diri hidup di Jepang menjadi awal yang baik untuk tetap belajar disini. Hari ini hari yang sangat berharga, menghabiskan waktu dengan tetap mengkaji ilmu-Nya di Negeri orang. Belajar menahan nafsu untuk tetap lurus dijalan-Nya. Semoga Perjalanan ini barakah dan bermanfaat. Esok hari membawa nama Indonesia, persiapkan, jadi diri sendiri, semoga dimudahkan Allah. Aamiin….
“Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan” (QS. Al-Baqarah: 195)

Sushi Ichiba-Kumamoto Islamic  Center, 11-12-13/09.55 PM (JPN)
Vita Ayu Kusuma Dewi

Comments