Seprene nggonku
ngenteni janji, iku prasetyaning ati, tansah amung anggadang, aku samar yen sliramu
ra kelingan..... [1]
Tentang kisah perjalanan membayar janji yang tertunda untuk
sahabat-sahabat yang penuh semangat.
Mei 2014, dengan waktu sedikit telat dari estimasi keberangkatan, kira-kira pukul 07.15 WIB mulai melangkah bersama dari Gerbang Veteran, Universitas Brawijaya. Aku bersama Mbak Lintang, sahabat setia berpetualang, dan juga dengan Mas Syamsu, sahabat kolaborasi menulis. Mas Royyan dan Dek Rani sudah berangkat mendahului dan menunggu di Turen.
*Sahabat Petualang, Mas Roy, saya, Mbak Lintang, Dek Rani dan yang memotret, Mas Syamsu [4]
Matahari tersenyum melukiskan bahagianya…..
Ya, pagi yang cerah untuk memulai petualangan yang sempat
tertunda karena pembatalan sepihak yang ku lakukan. Akhirnya sesuai kesepakatan
pertengahan Mei kita akan diantarkan berpetualang ke sebuah tempat yang
indah, yang masih jarang terjamah dan penuh makna. Awalnya hanya berencana
melanjutkan “Ve Lintang Adventure”, karena bangunan air atau sungai-sungai sudah
terlalu biasa, kesempatan ini kita ingin ke Pantai. Alhamdulillah saat
bercerita tentang itu seorang sahabat memberikan rekomendasi ke Pantai Clungup,
Pantai yang masih sepi, belum ada biaya masuk.
Sebelum berangkat aku dan Mbak Lintang sepakat, ketika berangkat aku didepan buat nyetir dan pulangnya Mbak Lintang. Maklum pagi itu kami baru
selesai kegiatan jam 2 pagi, artinya waktu untuk istirahat hanya sebentar.
Namun tak menyurutkan semangat kami tetap melaju dengan terus meluruskan niat
selama perjalanan. Perjalanan berhenti sejenak sampai di Turen, menikmati
semangkuk soto daging pinggir jalan yang enak. 15 menit
berlalu, kemudian kami melajutkan ke lokasi yang diperkirakan jam sepuluh sudah
sampai ditempat.
Berotasi,
seakan hidup tak akan pernah berhenti untuk mencari jati diri…..
Jalanan tampak ramai dipenuhi mobil, bus hingga sepeda motor
yang saling berebut jalur, namanya juga hari libur sudah pasti tempat-tempat
wisata eksotik seperti pantai akan ramai tertutup oleh pengunjung. Tapi aku tak
berharap akan menuju tempat yang ramai, berharap kedamaian akan menyelimuti
hati, hanya deburan ombak yang berlari bebas dan bisikan pasir yang kudengar.
Perjalanan yang lumayan panjang, melewati panorama yang
indah sepanjang jalan, aku dan Mbak Lintang masih saja membicarakan bangunan
air atau sungai setiap bertemu dengan keduanya, sahabat Pengairan yang selalu
ada dimana-mana. Mas Syamsu tetap berada radius 4m didepan kami
meski terkadang menghilang, sedangkan Mas Roy dan Dek Rani sudah melesat jauh
dengan armadanya. Akhinya setelah akumulasi 2,5 jam perjalanan dari Jl.
Veteran, sampailah pada pertigaan yang memecah jalan antara Sendang Biru, Goa
Cina dan Bajul Mati.
Pantai Clungup berada satu jalur dengan Goa Cina dan Bajul
Mati namun ketika ada pertigaan turunan sebelum kearah Goa Cina, kita belok
kiri dan menelusup diantara rumah warga. Tidak ada petunjuk arah sama sekali
menuju Pantai ini.
Menerawang jauh melampaui batas angan, melewati dengan kesabaran…..
Menerawang jauh melampaui batas angan, melewati dengan kesabaran…..
Petualangan sejatinya baru akan dimulai setelah masuk Gang
disela rumah warga. Jalan sudah berubah dari aspal menjadi makadam, kemudian
terus masuk, semakin sempit, semakin menjauh dari rumah warga. Kebun dengan
jalan hanya berkisar 75 cm yang beriringan langsung dengan sungai pasang surut
menjadi rute yang kami lewati. Hanya satu dua warga yang menggembala ternak dan
mencari rumput yang kami temui, semakin lama jalan semakin sepi.
“Eh..mbak, kita mau kemana, sepi” seru Mbak Lintang
dibelakang,
“Kamu udah bawa aku kabur sejauh ini lo, aku berhak jawaban yang sebenarnya” timpalku ala Kugy di Perahu kertas.
*Sahabat Pengairan, jembatan yang belum jadi ditengah perjalanan menuju Pantai [4]
Kami masih heboh berdua, sedangkan jalan masih tetap rindang
oleh dedaunan yang bergelantung hingga
sampailah pada sebuah jembatan dengan susunan batu serta lem dengan adonan semen dan pasir. Deg, jalan depan berair, otomatis harus membelokkan arah untuk
menghindari air pasang tersebut. Medan rintangan pertama terlewat dengan adanya
jembatan yang belum jadi itu.
Revo yang sangat berarti bisa melewati medan seperti ini.
Hal kedua adalah tanjakan kesabaran, tanjakan berbatu dengan
susunan
tak beraturan, gigi satu telah siap namun karena kurangnya tarikan, Mbak Lintang
terpaksa aku suruh turun dan aku tetap
melaju. Alhamdulillah, sesi dua terlewat. Revo menunjukkan
kekuatannya untuk melewati Offroad. Sayangnya jalan awal ini tidak
terdokumentasi karena kita dibuat takut diatas motor. Hehe, yang penting selamat dahulu, masalah foto bisa
diatur kemudian.
Dan biarkan semua mengalir seperti adanya…..
Belum sampai dua sesi, masih ada jalan setengah meteran yang harus dilewati hingga memasuki kawasan estuari. Berhenti sejenak mengikuti Mas Syamsu sebagai leader, ternyata air pasang menutupi jalan menuju Pantai. Kalaupun memutuskan jalan kaki, masih ada rute yang harus ditempuh. Sebagai leader yang baik, Dia mencoba dahulu jalan yang akan dilalui. Parahnya, ini Mas rela banget motornya sebagai bahan percobaan. Sedangkan Mas Roy dibelakang dengan nada bercanda mengusulkan untuk kembali pulang. “Kita ga tanggung Mas, kalau motornya macet! Nanti kalau pasang ga bisa pulang gimana?” teriak kami beruntun.
Ya Allah, sudah
jauh kita melangkah, ridhoilah kami menikmati salah satu ciptaan-Mu...
Taaaaarrraaa...alhamdulillah
Mas Syamsu dapat melewati genangan air itu. Motornya juga selamat. Selanjutnya Revo ikut di evakuasi. Aku, Mbak
Lintang dan Dek Rani jalan kaki. Meski sempat mengurungkan tidak ikut, berkat kata yang intinya
“motorku ae bisa Mas, masak motore mpean luwih duwur ga bisa”, Mas Roy
melaju juga.
Aih.. tak berhenti
disana, ada 4 anjing menggonggong dan berkejaran menghiasi suara alam yang
masih sepi. Sedangkan laut belum juga terlihat. Kanan kiri hanya tumbuhan yang
terbiasa disapa hempasan pasang surut. Perlahan mulai terdengar suara air
berkejaran, hamparan putih mulai terlihat, birunya laut seperti memanggil,
namun motor kami masih belum juga berhenti. Ganti Mas Roy yang menjadi leader, seperti biasa, jika ada medan
yang ambigu, Dia turun dan mencari jalan yang tepat dan memungkinkan.
Meski ada Gubug yang berada dipinggir Pantai telah siap
disinggahi, perjalanan kami belum juga berhenti.
“Kita mau kemana lagi?” tanyaku dalam hati,
“Mbak, aku pelan ya, penting selamat” kataku ke Mbak Lintang sambil tetap fokus pada jalan setapak pinggir karang dan tampak seperti rawa itu. Jika tergelincir, sisi tebing dan tumbuhan yang menggantung siap menangkap kami, tapi kami tak berharap itu terjadi.
Salamku untukmu
dari hati yang terdalam, laut biru.....
Masya Allah, hamparan laut lepas yang berbatasan dengan
Samudera Hindia memanjakan mata. Sepi, iya benar-benar sepi, hanya kita berlima
dan tentunya Allah serta kedua malaikat yang menemani.
Sampailah kami di tepi pantai yang memang tak berpenghuni, tanpa
pengunjung selain kita. Gulatan air menari dengan gemulai menyapa kaki-kaki
yang rindu ingin segera bercengkrama menyatu dengan air yang belum tercemar.
Indah, menakjubkan. Dua pulau agak menjorok kelaut memecah gelombang ganas
ombak. Saat itu laut sedikit pasang dengan ombak yang cukup kuat.
Terima kasih ya
Rabb telah diijinkan untuk menikmati suasana pantai yang indah ini, dengan
kedamaian tentunya....
Senyum-senyum simpul bahagia tampak dimasing-masing wajah
kita berlima. Aku dan Mbak Lintang tentunya, terima kasih untuk Mas Syam dan
Mas Roy yang telah menjadi perantara kebahagiaan ini. Kami berjalan bermanja
ria dengan
pasir dan ombak. Dua orang yang pernah bermimpi memiliki maskapai SR itu justru
berenang ditengah kuatnya ombak yang datang. Melihat mereka.... ah, beraninya
mereka kearah tengah dan melawan ombak tanpa alat pelindung.
*Melawan ombak, Mas Syamsu dan Mas Roy berenang ditengah ombak yang siap menenggelamkan[4]
Memandang
langit biru, seakan melukiskan suasana hati yang tersembunyi…..
Kami berpisah, menuruti kemauan masing-masing. Aku dan
Mbak Lintang membuat video, berjalan menyusuri tepi pantai, hingga ingin menuju
dinding karang ditepi kanan Pantai. Akhirnya, Mbak Lintang mendapat foto dengan
view indah didepan karang. Aku
menuruti hati ingin menikmati pemandangan dibalik bebatuan karang.
“Mbak Lintang, bagus, kesini Mbak” panggilku.
Tiba-tiba
gulungan ombak datang dan belum sempat berpindah, ombak setinggi dada
datang menyapa. Innalillahi, aku
hanya bisa memohon perlindungan kepada-Nya dan berpegangan erat memeluk karang.
Kalau sampai terbawa ombak, besoknya pasti menyebar berita dengan headline “Mahasiswi Teknik Pengairan
Universitas Brawijaya hanyut terbawa mbak di Pantai Clungup…” waduh…ga lucu ceritanya.
*Dibelakang Mbak Lintang berfoto (tanda panah), yang semula ada tempat bersembunyi, tempat saya terjebak ombak[4]
*Dibelakang Mbak Lintang berfoto (tanda panah), yang semula ada tempat bersembunyi, tempat saya terjebak ombak[4]
Dan
birunya semakin biru tak kan berhenti…. [2]
Kami berkumpul berlima, saling bercerita, sejenak berbagi
rasa, mendongeng kisahnya masing-masing. Mas Roy juga menceritakan bagaimana
bisa menemukan Pantai ini. Kami saling terdiam, hanya memandang kesatu arah,
birunya air laut yang menghampar dan air terjun yang tercipta saat ombak besar
menabrak tebing karang diujung kiri. Hasil karya ombak juga tampak berdiri
kokoh. Di Pantai lain yang terlihat, ada segerombolan orang yang bermain,
jaraknya terpisah kemungkinan dua tebing dari tempat ku berpijak.
Sayangnya pada hari itu kami tidak bisa menikmati
seluruh kekayaan yang ada di Pantai ini. Cerita munculnya kura-kura disiang
hari terlewat, namun tiba-tiba ada seekor burung camar dengan eloknya melintas
didepan kami. Bebas, seperti dia mengepakkan sayapnya.
Suatu hari di kala kita duduk di tepi pantai, dan memandang ombak di lautan yang kian menepi, burung camar terbang bermain di derunya angin, suara alam ini hangatkan jiwa kita ..... [3]
Suatu hari di kala kita duduk di tepi pantai, dan memandang ombak di lautan yang kian menepi, burung camar terbang bermain di derunya angin, suara alam ini hangatkan jiwa kita ..... [3]
*Burung Camar melintas menyatu dengan warna gulungan ombak [4]
Pantai ini, meski semua tak terdokumentasi dengan
rapi, tetap memberikan kenangan yang akan membekas dihati. Meskipun hanya
sekejap mata, semua akan bermakna, hingga roda waktu akan terus bergulir
merekam cerita.
Setelah ini, aku ingin kembali berkarya, menghidupkan
kembali jiwa menulis yang mulai tak berdaya. Berbagi inspirasi bersama sahabat
dalam sebuah karya nyata.
*
Menurut referensi Pantai Clungup terletak di Desa Sitiarjo, Kecamatan Sumbermanjing Wetan, Kabupaten Malang. Terlepas dari itu semua, aku sebenarnya juga tidak tahu pasti letak Pantai Clungup kalau dilihat dari google earth atau peta. Waktu browsing aku menemukan postingan yang memperlihatkan letak Pantai ini. Kalau merasakan waktu di TKP, sepertinya aku dan kawan-kawan berada di tempat yang aku kasih tanda segilima merah ini, sedangkan Pantai Clungup yang ada batas Putih. Hehe.. Tak peduli lagi namanya apa, yang penting perjalanan ini menuai hikmah bahwa Allah menciptakan segala sesuatunya sangat istimewa.
*Lokasi Pantai Clungup yang didapat dari internet, segi lima warna merah adalah lokasi menurut perasaan (opini pribadi) :D
*
Hari itu, tepat saat di Pantai, hari dimana aku mengingat bagaimana Ibu berjuang
melahirkanku ke dunia, hari dimana saat Ayah mengumandangkan ayat cinta-Nya
ditelingaku. Terima kasih ya Rabb telah Kau ijinkan 21 tahun ini aku tinggal di
Bumi. Semoga ini memberikan pelajaran bahwa dunia ini hanya sementara, mencari
bekal untuk kehidupan yang kekal selanjutnya. Terima kasih Ibu atas cincin ini,
cincin yang katamu bukan sebagai tanda cintamu kepadaku.
“Cincin ini hanya sebuah cincin, tak bermakna apapun, apalagi menggambarkan rasa cinta dan sayang Ibu kepadamu, ini tak akan cukup. Jika cincin ini hilang, Ibu tak akan marah, karena cinta Ibu tidak akan pernah hilang. Cinta ini akan selamanya ada untukmu, Nak, melebihi harga sebuah cincin ini. Cinta yang tidak akan pernah dapat dinilai dengan materi. Selamat ulang tahun anakku”
*Cincin, kado ulang tahun dari Ibu [4]
“Cincin ini hanya sebuah cincin, tak bermakna apapun, apalagi menggambarkan rasa cinta dan sayang Ibu kepadamu, ini tak akan cukup. Jika cincin ini hilang, Ibu tak akan marah, karena cinta Ibu tidak akan pernah hilang. Cinta ini akan selamanya ada untukmu, Nak, melebihi harga sebuah cincin ini. Cinta yang tidak akan pernah dapat dinilai dengan materi. Selamat ulang tahun anakku”
***
*Terima kasih ya Rabb atas kesempatan yang kesekian
kalinya diberikan untuk menikmati indahnya Alam. Untuk Mbak Lintang, sahabat petualangan di
WRE bersama Revo tercinta, semoga VL
Adventure kita tetap berjalan terus. Untuk Mas Syamsu dan Mas Roy, wonderful place, makasih sudah
diantarkan ke Pantai ini. Dek Rani, jangan kapok
berpetualangan dengan kita. Tambahan juga untuk Dek Reni dan Dek Ayu, makasih
atas kejutannya, sama sekali ga kepikiran
dan ga nyangka kalau di depan
Indomaret bakal ada kue, nyanyian
beriring doa di usia yang semakin dekat untuk kembali kepada-Nya ini. Buat
semuanya makasih banget sudah mau
jadi sahabat dan keluarga, semoga kita akan terus bersahabat hingga memiliki keluarga
masing-masing. ^^
*cerita
bersambung ke destinasi petualangan kedua, “Dalam Keramaian Goa Cina” dan
“Mengeja Arti Keep Calm”
[Keterangan]
[1] Potongan
lirik lagu “Lungiting Asmoro”
Basecamp Sang Pemimpi, 18 Mei 2014
Vita
Ayu Kusuma Dewi
bagus banget mba pantainya ..itu dimana ya?
ReplyDeleteeh, foto2nya ok lo..ada niatan kirim kisah perjalananmu ini ga ke media cetak. Republika hari minggu membuka kesempatan menulis "jelajah" lo..pas ini artikelnya!
Mbak ketty mau mbak.ada yg perlu ditambahi ga mbak?aku mau nambahi mbak kl ada yg kurang.caranya gmn?
ReplyDeleteIni di Pantai Clungup Malang Mbak, mau berencana ke Malang Mbak? :)
ReplyDeleteada tahapannya Mba, aku juga pengen kirim jelajah tempatku sendiri heheh
ReplyDelete1. mulai sekarang register di e-paper republika atau beli korannya tiap hari minggu. hari ini masih bisa tuh cari agen. ada di halaman 5. sebagai perbandingan aja bagaimana cara menulisnya.
2. lalu jika ada tempat wisata lain di dekat pantai clungup, korek lebih dalam. sebaiknya jangan yang sudah biasa di angkat media. biar kemungkinan naskah diterima lebih besar.
3. ceritakan di tempat tersebut ada potensi apa lagi, misalnya ada tempat makan unik, enak dan murah atau ada kendaraan asyik buat mencapai ke Pantai.
4. jika ada oleh oleh unik semacam ikan atau kue kering yang khas..ceritakan saja.
karena malang kan hanya terkenal daerah Batu dan oleh2 apel (keripik, minuman buah segar) saja..yang lain2 kayaknya belum deh :)
kirim ke sekretariat@republika.co.id. sebanyak 6000 karakter. foto berukuran 1 MB/foto
kalo koran republika kemarin ga dapat, aku bisa kirim artikelnya via email. emailmu apa Mba?
ReplyDeleteaku sudah save artikelnya koq :)
dr.vita15@yahoo.com mbak.email mbak apa?ayo email2an mbak
ReplyDeletesaya sudah kirim email mba..:)
ReplyDeleteIya mbak, maaf baru saya buka mbak. Makasih ya mbak sudah berbagi pengalamannya mbak :) Semoga tetap berkarya mbak :)
ReplyDeletesemoga next trip, saya bisa kesana :)
ReplyDeleteAamiin.monggo kak, bagus banget :)
ReplyDeletekak kalau perjalanannya ditempuh dengan jalan kaki kira 2 berapa menit lagi?
ReplyDeletemaksudnya dari goa cina atau dari perumahan warga? Mungkin setengah jam tapi kalo dari goa cina lebih lama
ReplyDeletemenurut saya disegi enam warna merah itu pantai gatra
ReplyDeletesedangkan yang diatasnya pantai clungup
(saya habis dari sana)
makasih infonya kak agsal :)
ReplyDeletesedikit koreks buuu,,,,,,,yang bertanda merah itu "pantai Gatra".....pantai Clungup yang bertanda putih memanjang...yang menjorok kedalam daratan itu..tq
ReplyDeleteterima kasih kak koreksinya.. hehe iya itu mengira ngira saya waktu kita berkunjung kesana :)
ReplyDeleteKami sekeluarga mau kesana, tapi rupanya waktunya tidak tepat ya, kami datang pas hari kamis, pantainya libur, kami tidak bisa masuk, kami membawa ibu yg berumur 71th, setelah membaca tulisan diatas, apakah memungkinkan untuk bisa menuju kesana? Kami berencana mengulang lagi perjalanan kami sekalian ke pantai 3 warna (harus daftar dulu), ku tunggu infonya ya,, trimahasih
ReplyDeleteMenurut saya bisa kak namun ambil jarak yang terdekat, maksud saya kalau trekking yang lama kasihan ibunya. Saya rasa sekarang clungup sudah dikelola kak jadi akses mudah, kalau dulu pas saya kesana bener2 lumayan kak trekingnya,..
ReplyDelete