Bismillahirrahmaanirrahiim
“…Kullu nafsin dzaiqotul maut…”
Dua hari
yang lalu, di perempatan Karangjati, tepat disisi Pasar Karangjati terjadi
kecelakaan antara bus Antar Kota Antar Provinsi (AKAP) dengan pengendara sepeda
motor. Kecelakaan terjadi karena bus salah jalur. Bus yang berasal dari arah
Ngawi seharusnya berada dilajur kiri namun karena mungkin sopir bus mengantuk,
pada saat di belokan bus tersebut mengambil lajur kanan. Bus tidak bisa kembali
kelajur kiri karena ada pembatas jalan ditengah serta kondisi belokan dengan
pandangan terbatas membuat kecelakaan tidak dapat terelakkan.
Saat kejadian tersebut berlangsung, aku sedang menemani Ibu di Bank, kurang lebih berjarak 100m dari TKP. Beberapa orang keluar ruangan dan melihat evakuasi korban. Innalillahi wa inna Ilaihi roji'un...salah satu korban dikabarkan meninggal ditempat. Suatu pelajaran bagi kita semua, bahwa setiap jiwa akan mengalami kematian, tidak tahu tempatnya dimana dan kapan. Semoga kita kembali kepada Allah dalam keadaan yang baik, khusnul khotimah. Aamiin…
Saat kejadian tersebut berlangsung, aku sedang menemani Ibu di Bank, kurang lebih berjarak 100m dari TKP. Beberapa orang keluar ruangan dan melihat evakuasi korban. Innalillahi wa inna Ilaihi roji'un...salah satu korban dikabarkan meninggal ditempat. Suatu pelajaran bagi kita semua, bahwa setiap jiwa akan mengalami kematian, tidak tahu tempatnya dimana dan kapan. Semoga kita kembali kepada Allah dalam keadaan yang baik, khusnul khotimah. Aamiin…
“Setiap yang bernyawa akan
merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai
cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan”
(QS. Al Anbiyaa’ : 35)
Belajar dari
kejadian kecelakaan tersebut, sebagai pengendara sepeda motor kita mungkin akan
merasa ‘sedikit’ aman, sebab sudah ada pembatas jalan ditengah, secara logika
kendaraan akan mengikuti lajur masing-masing. Apakah kita tahu bahwa akan ada
kendaraan yang keluar lajur? Adapun pikiran itu, sikap kita adalah hati-hati.
Namun ternyata dengan sangat hati-hatipun, kalau memang sudah takdir kita hari
itu dan jam itu juga kita harus meninggal dunia, maka tidak akan dapat
dielakkan lagi. Untuk itu aku ingat sebuah pesan ketika malam 23 ramadhan
kemarin. Saat aku dan sahabatku, Mbak Nimas, sholat tarawih di salah satu
Masjid. Malam itu Imam berkhutbah tentang
“Apa yang sudah didapat dan yang akan dilakukan?”
Sebuah
tamparan keras ketika ditanya, “sudah
dapat apa sampai malam ke-23 ramadhan ini dan mau apa kalian setelah ini?”.
Pastilah setiap individu dapat menjawabnya. Nah, apakah ramadhan hanya kita
biarkan berlalu begitu saja? Bulan syawal ini adalah bulan pembuktian taqwa dan
bulan-bulan yang akan datang adalah aplikasi dari ramadhan. Untuk itu kita
harus tetap mempertahankan ibadah dan amalan-amalan sehari-sehari karena kita
tidak akan pernah tahu apa yang akan terjadi setelah ramadhan, atau bahkan
setelah kita melakukan sholat, makan atau bekerja. Bisa saja detik itu juga
Allah mengambil nyawa kita. Semoga dengan mengingat kematian dan belajar dari
kejadian-kejadian disekitar kita, kita tetap istiqomah sampai khusnul khotimah.
Aamiin
*
Lalu apa
hubungannya dengan sebuah SIM atau Surat Izin Mengemudi? Ceritanya beberapa jam
sebelum kejadian kecelakaan itu, aku sedang memperpanjang SIMku yang sudah mati
2,5 bulan. Akupun memilih naik angkutan umum untuk ke Ngawi Kota karena takut
ada pemeriksaan polisi pasca mudik
lebaran. Aku dan Ibu memang sengaja bertemu di Karangjati, sekalian Ibu jemput,
Ibu mampir ke Bank. Saat di Polres tersebut aku mendengar percakapan tentang
"SIM nembak" yang sekarang sudah tidak ada lagi karena Polres
melakukan tes ketat sesuai prosedur. Memang fenomena "SIM nembak"
sudah sering kita dengar di masyarakat. Alhamdulillah sekarang di Ngawi mencari
SIM harus sesuai prosedur jadi setiap pemegang SIM menurutku bisa lebih bertanggungjawab karena SIM itu diperolehnya bukan dengan cuma-cuma. Dulu
sewaktu Ayah masih ada, Ayah melarangku mengendarai sepeda motor di jalan besar
kalau belum memiliki SIM. Berguna juga menurutku, ya walaupun tetap saja
melanggar peraturan bisa mengendarai tapi tidak memiliki SIM.
Saat belajar mengendarai mobil, Ayah berpesan lebih kepadaku. "SIM itu pertanggungjawaban. Kamu dianggap sudah mengetahui dan benar-benar bisa mematuhi aturan lalu lintas, tahu tata krama dijalan dan memenuhi semua kualifikasi yang disyaratkan untuk memiliki SIM. Jadi, kalau sudah punya SIM tapi masih belum paham marka jalan, harus belajar lagi biar jadi pemegang SIM yang bertanggung jawab". Ya, sederhana dan dianggap remeh mungkin. Memang manusia tempatnya khilaf namun semaksimal mungkin kita harus hati-hati dan memiliki tata krama selama dijalan raya. Keselamatan pengguna jalan lain juga tergantung cara kita berkendara. Jangan jadikan "manusia tempatnya salah" sebagai alasan untuk tidak bisa menaati aturan. Kejadian ini merupakan teguran juga untukku pribadi agar lebih bertanggung jawab lagi.
***
Semoga dapat
bermanfaat bagi kawan-kawan semua, agar kita bisa menjadi pengguna jalan yang
lebih baik dan saling menghormati serta menjaga keselamatan bersama. Satu info
lagi, SIM yang telah mati kurang dari 1 tahun masih bisa diperpanjang tanpa
dikenakan denda, kalau lebih dari 1 tahun mati harus mengulang tes kembali.
GANIZ, 7
Agustus 2014
Vita Ayu
Kusuma Dewi
Comments
Post a Comment
Komentar dimoderasi, yuk sambung silaturahim, saya akan langsung berkunjung balik ke sahabat semua ^^