Keberkahan dalam Perjalanan

Bismillahirrahmaanirrahiim
Malam telah larut, bahkan jarum jam telah melewati angka 12. Tapi tetap saja, bukannya sepi tempat ini semakin ramai. Derasnya hujan mengguyur Kota ini tak menyurutkan semangat setiap penumpang yang akan menuju tujuan masing-masing. Terminal Purabaya atau Bungurasih, ya itulah tempatku berdiri malam ini. Biasanya tengah malam sepi, tapi tidak untuk malam ini. Maklum, long weekend. Banyak Bapak/Ibu yang membawa kardus tambahan selain tasnya, ada para anak gunung yang siap dengan cariernya, ada adik-adik yang menerjang hujan menjajakan jasa ojek payungnya, polisi yang senantiasa berjaga, petugas DisHub yang terus mendekati penumpang dan memberikan arahan, dan pemandangan-pemandangan lainnya.

Aku dan keempat adik-adikku, yang setiap diri kita punya tujuan masing-masing, menantikan bus patas, tapi penantian kita tanpa ujung dan tanpa ada kenyataan. Sama sekali tak ada bus patas  arah Solo Yogyakarta parkir, padahal penumpang sudah mengantri lama. Sampai setengah dua pagi kami menunggu tetap saja, tidak ada. Sebenarnya naik ekonomi juga bisa, meskipun berdiri karena setiap bus yang lewat telah penuh penumpang alias overload. Salah satu temannya adik kosku ingin naik patas, maka dari itu kami sepakat, okelah cari aman. 

Kami menghibur diri, bersama segerombolan travellers lainnya disamping kami, bersama satu grup para pendaki, dan salah satu bapak yang bekerja di bank yang senantiasa ada didekat kami, padahal kami baru mengenal. 

Pemandangan malam itu bercampur. Dramatis, saat hujan mengguyur sangat deras, kami yang bersiap menutupi tas kami dengan raincover, memakai jaket, disalah satu sudut, adik-adik kecil itu menyerahkan tubuhnya pada hujan. Membiarkan air hujan memandikannya. Ya, mereka adalah ojek payung kecil. Ya Allah, tak seharusnya mereka disana, alhamdulillah aku masih diberikan banyak kenikmatan, disaat yang lain masih ada yang kekurangan. :'( Kenapa orang tua mereka tidak kasihan ya? Malam, bahkan pagi, waktu mereka untuk istirahat, (jika esok mereka sekolah) mengumpulkan stamina.

Disisi lain, ada Mbak dan Mas. Mbak itu terlihat sakit, pucat dan sedikit demi sedikit menelan nasi bungkus yang telah disediakan Masnya dengan penuh kasih sayang (menurutku). Didepanku, ada Mas-mas membawa tas gunung, berkutik dengan handphonenya dan sesekali melihat sekeliling, kemudian datang seorang Mas-mas lagi kemudian menepuk pundak dan menyapa. Mereka terlihat akrab padahal baru saja mereka berkenalan. Ada lagi, yang tiba-tiba mengeluarkan matrasnya dan membeberkannya kemudian beristirahat, mungkin mereka menunda perjalanan malam itu dengan banyak pertimbangan hingga waktu dirasa pas untuk melanjutkan, pun tak kalah heboh para penjual makanan dan minuman yang beradu satu sama lain, lalu ada lagi yang spektakuler memecah konsentrasi dan keyakinan kami, para calo. Ya, malam itu banyak yang memanfaatkan momen, mulai menaikkan harga yang mencekik hingga iming-imingan fasilitas. Tak heran jika terkadang banyak yang terjebak dan kena tipu. Kasihan orang-orang yang minim pengalaman. 

Kami menunggu hingga hampir saja jarum jam menunjuk diangka dua, tapi tetap saja, belum ada hasil, akhirnya kami memutuskan untuk ikut berjubel didalam bus. Tak apalah, daripada tak sampai. Kami tak berharap banyak, karena mayoritas penumpang turun Yogyakarta. Mungkin malam ini adalah malam berdiri terpanjang sepanjang sejarah aku naik bus. Pengalaman terakhir berdiri di bus adalah Malang-Caruban nonstop. Alhamdulillah ilmu kakak tingkat pramuka di SMASA Ngawi masih kupraktekkan hingga sekarang jadi tak terasa capai di  kaki. 

Penumpang bukannya semakin berkurang malah semakin bertambah, tak ada tanda-tanda akan mendapatkan tempat duduk, lalu aku terus tertidur dalam berdiriku. Alhamdulillah, Carubam terlewat tapi tetap saja  berdiri. Ini record terbaruku mungkin mengalahkan Malang-Caruban. Alhamdulillah mendekati Balerejo, ada Bapak yang mencarikanku duduk. Bapak itu berkata "Mbak ini lo kasihan dari tadi malam di Surabaya berdiri terus", maklum, saat itu wanita yang berdiri bisa dihitung jari dan mungkin aku penghuni terakhir wanita yang berdiri, akhirnya aku dapat tempat duduk. Seperti tak sadar, akupun tertidur disamping 2 adikku lainnya, berada ditengah membuatku tak merasa terganggu dengan lalu lalang. Pukul 5 kiranya aku sampai di Madiun, dan kali ini busnya semakin sesak, AC saja tak terasa, dan tak kudengar lantunan pemusik jalanan atau pedagang asongan. 

Jam demi jam berlalu hingga aku sampai di Solo, aku turun terminal dan berpisah dengan adik-adikku yang akan ke Yogyakarta.  Malam tadi menyisakan kenangan, banyak pelajaran. Aku melanjutkan perjalananku dengan bus arah Wonogiri. Lalu, hanya berharap setelah ini akan ada kabar baik. :)
***
Dalam Perjalanan, 2-3 April 2015
Vita Ayu Kusuma Dewi

posted from Bloggeroid

Comments