Hachiko dan Penyesalan

Bismillahirrahmaanirrahiim 
Hari ini saat menerima visa jepang, saya ingat sesuatu. Saya memiliki satu draft tulisan yang belum saya posting diblog karena ketika itu di rumah tidak ada koneksi internet. Setelah saya baca kembali ada satu kalimat harapan yang In syaa Allah akan terealisasi tahun ini, in syaa Allah, jika Allah berkenan. Sekaligus sebagai renungan saya, bahwa setiap tulisan dan ucapan adalah doa, yang setiap saat kita tidak akan pernah tahu bahwa Allah mengabulkannya. Allah, Engkau Maha Baik, Maha Segalanya, impianku Engkau atur dengan sangat sangat indah, maafkan atas ketidaksyukuran ini...

Dan inilah naskah saya yang saya tulis pada tanggal 2 bulan juli lalu :')
*
Sejujurnya saya bukan pecinta film, dan biasanya saya akan menjadi orang paling telat jika menonton film. Hari ini disela waktu, saya meminjam harddisk dan laptop adik saya untuk menonton film. Hachiko, film yang rilis tahun 2009 inilah yang akhirnya menjadi pilihan saya diantara sekian puluh film koleksi adik saya di harddisk yang dibawa ke rumah. Selain karena suka hal yang berbau Jepang, dari referensi yang saya baca Hachiko ini juga merupakan lambang kesetiaan anjing kepada tuannya yang kini diabadikan di Stasiun Shibuya dan Universitas Tokyo. 

Saat awal menonton film, masih biasa saja, hingga akhir kematian Profesor tersebut membuat saya menangis serta menjadi bahan tertawaan orang rumah hingga akhir film. Entahlah, kesetiaan Hachiko atau kematian Profesorlah yang membuat saya tak hentinya menitikan air mata. Ya, buat orang tipe melankolis seperti saya, cukup satu sentuhan kesedihan membuat tak tanggung-tanggung air mata berlinang. Hehe.. 

Tak bosannya mendengar cerita mengenai Hachiko, tentang kesetiaan hingga raga profesor berpulang. Ada ikatan yang tak pernah hilang meski ajal memisahkan. Mungkin dalamnya ikatan antara Hachiko dan Profesor pulalah yang membuat Hachiko terus menanti hingga sekitar 9 tahun atau bahkan saat ajal menjemputnya kembali. Hehe..duh melankolis, sambil nulis tetap aja nangis. 


Tokyo Skytree dari Hotel..


Saya jadi teringat saat berada di Tokyo, 2014 lalu. Saya sedang menginap di Tokyo 21 east hotel yang letaknya tegak lurus dengan Tokyo Skytower. Setelah magrib, kami makan malam di restoran spesial didekat Hotel. Ada hal yang membuat saya menyesal saat ini tentang ajakan malam itu. Malam itu, sehabis makan malam ada waktu bebas dan kawan-kawan mengajak untuk ke Stasiun Shibuya. 


Didepan Tokyo Daigaku


Pertimbangan waktu membuat saya menolak ajakan tersebut sebab takut tak ada kendaraan untuk kembali ke Hotel sedangkan esoknya pagi-pagi harus bersiap kegiatan. Jika saja saat itu mengiyakan dengan resiko tak ada kendaraan pulang, mungkin didepan Hachiko saya akan menatap lama dan merasakan apa yang ia rasakan. Pun penyesalan saat berada di depan kampus Todai atau Universitas Tokyo. Tahun 2015 lalu, telah diresmikan patung Profesor dan Hachiko, tepatnya saat Hachiko menyambut Profesor. Saat berada di Jepang, dua kali, terlewat satu momen belajar kesetiaan itu. Satu keinginan jika bisa kembali ke Tokyo (aamiin), saya ingin berdiri disamping Hachiko dan membisikan sebuah pertanyaan tentang kesetiaan. Telat memang, disaat semua orang telah bereuforia disana, saya baru sekarang excited. Ya..ternyata visualisasi melalui film membuat saya lebih trenyuh daripada hanya membaca. 

Dan sampai akhir menulis, saya masih bertanya kepada diri sendiri, ada apa tentang kesetiaan sehingga saya begitu merasakan apa yang dialami Hachiko? Mungkin hanya Allah yang mengetahui apa yang ada didalam hati. 
***
Ngawi, 2 Juli 2016 
Vita Ayu Kusuma Dewi

Comments

Post a Comment

Komentar dimoderasi, yuk sambung silaturahim, saya akan langsung berkunjung balik ke sahabat semua ^^