Bismillahirrahmaanirrahiim
Beberapa waktu lalu, ketika saya membuka facebook, saya melihat beberapa teman-teman SMA yang men-share sebuah artikel mengenai Bapak Guru di SMAN 1 Ngawi, yang mana itu merupakan SMA saya.hehe..Akhirnya saya baca dulu artikelnya bagaimana dan ternyata saya menemukan satu kalimat yang menggunggah semangat saya menyelesaikan pendidikan pascasarjana ini, akhirnya agar yang lain ikut bersemangat, saya share kembali artikel itu didinding facebook saya. Apa hubungannya sama gagal beasiswa? Sabar..sabar..mbak, mas, dek.. :D
Lalu, beberapa saat kemudian..jeng jeng...ada seseorang yang men-chat saya via facebook messenger. Dia kakak tingkat SMA yang sebenarnya tidak tau persis saya yang mana, dikiranya saya seangkatan atau kakak tingkat kali ya, dipanggil Mbak ditanyain angkatan berapa.hehe...Intinya mah dia kakak tingkat saya di SMA, saya pernah tau orangnya yang mana kebetulan senior organisasi juga. Nah, disitulah saya ditanya apa sedang PhD di Jepang. Dalam hati saya aamiin-kan bisa belajar di Jepang lagi, sandwich atau postdoc mungkin. Akhirnya sama jawablah sekarang sedang menyelesaikan pendidikan di IPB, dan ke Jepang kemarin ada course disana. Berhubung dia tanya itu, saya balik tanya "masih di Jogja Mas?", soalnya terakhir dulu di SMA, taunya kakak ini kuliah di Jogja. Beliaunya jawab "Taiwan", lebih tepatnya melanjutkan studi ke NCU Taiwan.
NCU? National Central University? *kaya pernah dengar dan akrab* Langsung lah saya tanya, "kenal Roro, Kartika, Mbak Maytri? " Usut punya usut ternyata mereka satu jurusan tapi beda konsentrasi.hehe...dunia itu sempit atau ukhuwah kita yang luas? :'D
Roro dan Kartika adalah rekan se-Fakultas di UB, mereka jurusan Teknik Sipil, kalau Mbak Maytri adalah kakak tingkat di WRE yang sekarang sedang double degree UB-NCU. Nah, gara-gara chat ini saya ingat betul bagaimana saya pernah mengikuti tes masuk beasiswa NCU ketika saya masih semester 7 di WRE UB.
Jadi, sebelum saya lulus saya memang mendaftar beberapa aplikasi beasiswa yang memungkinkan saya ikuti dengan jaminan sebelum maret 2015 saya sudah lulus sarjana. Salah satunya yang saya minat adalah beasiswa NCU untuk program master. Ketika itu pihak NCU mengadakan seleksi di Universitas Brawijaya. Tak mau kehilangan kesempatan saya mendaftar walaupun jurusan tujuan Teknik Sipil, karena tidak ada jurusan yang konsen ke sumber daya air disana. Pilihannya Teknik Sipil atau Ilmu Lingkungan.
Saya mengikuti proses dari berkas hingga wawancana, hingga upload berkas secara formal. Saya berjuang bersama Adib ketika itu (yang berasal dari WRE). Saingannya sudah pasti dari mahasiswa Teknik Sipil. Ketika masuk ruang wawancara, semua berjalan lancar. Hanya memori tentang pronounciation "intensity" kami berbeda sehingga saya dan sensei NCU itu senyam senyum bersama.
Ketika wawancara diberikan kertas reminder untuk mengupload berkas pendaftaran ketika masa pendaftaran resmi di website sudah dibuka. Salah satu faktor teknis yang membuat saya gagal adalah saya gagal mempersiapkan dengan baik.
Ingatkan pepatah "if you fail to prepare, you prepare to fail". Jadi ceritanya, ketika itu saya masih fokus penyelesaian skripsi agar dapat lulus semester 7. Sayangnya saya tidak mempersiapkan berkas rekomendasi online dan beberapa berkas lain. Jadilah ketika masa mendekati upload saya gerilya. Disisi lain, ketika itu juga persiapan suatu kegiatan, dan apa yang terjadi? Saya mengupload berkas via HP karena saat itu sedang perjalanan. Efeknya adalah saya tidak tau pasti apakah berkas terupload dengan baik ataukah ada yang kurang. Parahnya lagi, jangan ditiru ya, ini sikap orang yang tidak serius mendapatkan beasiswa, setelah saya upload via HP itu, saya tidak mengecek hasil unggahan saya di website dengan Laptop.
Kece banget kan sikap tidak serius saya? Jadi dari hal tersebut, teman-teman dan sahabat semua, siapapun yang menginginkan mendapat beasiswa, seriuslah dalam setiap langkah menuju beasiswa tersebut, jangan setengah-setengah, kalau tidak niat ya lebih baik tinggalkan daripada sia-sia kan? Usahakan dengan usaha terbaik, barulah berbicara Allah yang menentukan. Kalau tanpa usaha yang baik kita bilang semua itu takdir maka sama halnya dengan omong kosong.
Saya baru sadar dan menyesal saat melihat pengumuman, Adib, Roro, Kartika (yang mereka satu interview dengan saya) lulus beasiswa tersebut. Saya nangis nyesel dipojokan, tapi apa guna menyesali hal yang telah kita sia-siakan? Lebih baik kita ambil hikmahnya dan belajar dari kesalahan. Saat itu saya masih menanyakan via email ke panitia, kenapa saya gagal? Nah,baru sadar kan menyesal. Kemudian salah satu panitia membalas intinya mah berkas kamu ada yang kurang. Hah..sudah kuupload semua kak, dalam hati... Seketika itu saya benar-benar sadar kalau saya tak bersungguh-sungguh dan sudah membulatkan tekad agar kejadian itu tak terulang lagi.
Sejak saat kegagalan itu, walaupun akhirnya saya memilih jalan untuk bekerja, saya tetap mencari informasi beasiswa usai pulang dari kantor, kemudian mulai meyiapkan satu persatu persyaratan yang mungkin disyaratkan. Alhamdulillah, Allah jawab dengan rejeki diterima beasiswa PMDSU. Pada saat ini pula saya sadar, setiap kegagalan bukan berarti kita sedang gagal, Allah sedang mempersiapkan mental kita untuk menerima kejutan dari-Nya, yang pasti lebih indah dan lebih tepat untuk hidup kita.
Jadi, wahai kalian yang pernah gagal mendapatkan beasiswa, bangkitlah dan perbaiki kesalahan yang telah dilakukan pada pendaftaran beasiswa sebelumnya. Kita tak akan pernah tau bagaimana rencana Allah, maka dekatilah Allah, karena Allah lah yang akan menilai kita pantas atau tidak menerima beasiswa itu. Ketika sudah meniatkan dan memimpikan beasiswa, maka kewajiban kita adalah berikhtiar sebaik--baiknya dan bertawakal atas segala hasil kepada-Nya. Sedih dan menyesal boleh tapi sebentar saja dan lanjutkan dengan perjuangan baru yang selalu kita harap ridho-Nya.
Tetap semangat ya sahabat semua, semoga Allah memudahkan dan meridhoi langkah kita, semoga Allah senantiasa mengiringi kita dengan lindungan-Nya :)
Semoga bermanfaat ^^
"Semua saya jadikan pelajaran, ini jihad fisabiillah" Pesan Pak Wigig
Lalu, beberapa saat kemudian..jeng jeng...ada seseorang yang men-chat saya via facebook messenger. Dia kakak tingkat SMA yang sebenarnya tidak tau persis saya yang mana, dikiranya saya seangkatan atau kakak tingkat kali ya, dipanggil Mbak ditanyain angkatan berapa.hehe...Intinya mah dia kakak tingkat saya di SMA, saya pernah tau orangnya yang mana kebetulan senior organisasi juga. Nah, disitulah saya ditanya apa sedang PhD di Jepang. Dalam hati saya aamiin-kan bisa belajar di Jepang lagi, sandwich atau postdoc mungkin. Akhirnya sama jawablah sekarang sedang menyelesaikan pendidikan di IPB, dan ke Jepang kemarin ada course disana. Berhubung dia tanya itu, saya balik tanya "masih di Jogja Mas?", soalnya terakhir dulu di SMA, taunya kakak ini kuliah di Jogja. Beliaunya jawab "Taiwan", lebih tepatnya melanjutkan studi ke NCU Taiwan.
NCU? National Central University? *
Roro dan Kartika adalah rekan se-Fakultas di UB, mereka jurusan Teknik Sipil, kalau Mbak Maytri adalah kakak tingkat di WRE yang sekarang sedang double degree UB-NCU. Nah, gara-gara chat ini saya ingat betul bagaimana saya pernah mengikuti tes masuk beasiswa NCU ketika saya masih semester 7 di WRE UB.
Jadi, sebelum saya lulus saya memang mendaftar beberapa aplikasi beasiswa yang memungkinkan saya ikuti dengan jaminan sebelum maret 2015 saya sudah lulus sarjana. Salah satunya yang saya minat adalah beasiswa NCU untuk program master. Ketika itu pihak NCU mengadakan seleksi di Universitas Brawijaya. Tak mau kehilangan kesempatan saya mendaftar walaupun jurusan tujuan Teknik Sipil, karena tidak ada jurusan yang konsen ke sumber daya air disana. Pilihannya Teknik Sipil atau Ilmu Lingkungan.
Saya mengikuti proses dari berkas hingga wawancana, hingga upload berkas secara formal. Saya berjuang bersama Adib ketika itu (yang berasal dari WRE). Saingannya sudah pasti dari mahasiswa Teknik Sipil. Ketika masuk ruang wawancara, semua berjalan lancar. Hanya memori tentang pronounciation "intensity" kami berbeda sehingga saya dan sensei NCU itu senyam senyum bersama.
Ketika wawancara diberikan kertas reminder untuk mengupload berkas pendaftaran ketika masa pendaftaran resmi di website sudah dibuka. Salah satu faktor teknis yang membuat saya gagal adalah saya gagal mempersiapkan dengan baik.
Ingatkan pepatah "if you fail to prepare, you prepare to fail". Jadi ceritanya, ketika itu saya masih fokus penyelesaian skripsi agar dapat lulus semester 7. Sayangnya saya tidak mempersiapkan berkas rekomendasi online dan beberapa berkas lain. Jadilah ketika masa mendekati upload saya gerilya. Disisi lain, ketika itu juga persiapan suatu kegiatan, dan apa yang terjadi? Saya mengupload berkas via HP karena saat itu sedang perjalanan. Efeknya adalah saya tidak tau pasti apakah berkas terupload dengan baik ataukah ada yang kurang. Parahnya lagi, jangan ditiru ya, ini sikap orang yang tidak serius mendapatkan beasiswa, setelah saya upload via HP itu, saya tidak mengecek hasil unggahan saya di website dengan Laptop.
Kece banget kan sikap tidak serius saya? Jadi dari hal tersebut, teman-teman dan sahabat semua, siapapun yang menginginkan mendapat beasiswa, seriuslah dalam setiap langkah menuju beasiswa tersebut, jangan setengah-setengah, kalau tidak niat ya lebih baik tinggalkan daripada sia-sia kan? Usahakan dengan usaha terbaik, barulah berbicara Allah yang menentukan. Kalau tanpa usaha yang baik kita bilang semua itu takdir maka sama halnya dengan omong kosong.
Saya baru sadar dan menyesal saat melihat pengumuman, Adib, Roro, Kartika (yang mereka satu interview dengan saya) lulus beasiswa tersebut. Saya nangis nyesel dipojokan, tapi apa guna menyesali hal yang telah kita sia-siakan? Lebih baik kita ambil hikmahnya dan belajar dari kesalahan. Saat itu saya masih menanyakan via email ke panitia, kenapa saya gagal? Nah,baru sadar kan menyesal. Kemudian salah satu panitia membalas intinya mah berkas kamu ada yang kurang. Hah..sudah kuupload semua kak, dalam hati... Seketika itu saya benar-benar sadar kalau saya tak bersungguh-sungguh dan sudah membulatkan tekad agar kejadian itu tak terulang lagi.
Sejak saat kegagalan itu, walaupun akhirnya saya memilih jalan untuk bekerja, saya tetap mencari informasi beasiswa usai pulang dari kantor, kemudian mulai meyiapkan satu persatu persyaratan yang mungkin disyaratkan. Alhamdulillah, Allah jawab dengan rejeki diterima beasiswa PMDSU. Pada saat ini pula saya sadar, setiap kegagalan bukan berarti kita sedang gagal, Allah sedang mempersiapkan mental kita untuk menerima kejutan dari-Nya, yang pasti lebih indah dan lebih tepat untuk hidup kita.
Jadi, wahai kalian yang pernah gagal mendapatkan beasiswa, bangkitlah dan perbaiki kesalahan yang telah dilakukan pada pendaftaran beasiswa sebelumnya. Kita tak akan pernah tau bagaimana rencana Allah, maka dekatilah Allah, karena Allah lah yang akan menilai kita pantas atau tidak menerima beasiswa itu. Ketika sudah meniatkan dan memimpikan beasiswa, maka kewajiban kita adalah berikhtiar sebaik--baiknya dan bertawakal atas segala hasil kepada-Nya. Sedih dan menyesal boleh tapi sebentar saja dan lanjutkan dengan perjuangan baru yang selalu kita harap ridho-Nya.
Tetap semangat ya sahabat semua, semoga Allah memudahkan dan meridhoi langkah kita, semoga Allah senantiasa mengiringi kita dengan lindungan-Nya :)
Semoga bermanfaat ^^
***
Wisma Wageningen-Puri Fikriyyah, 23 Januari 2017
Vita Ayu Kusuma Dewi
Saya sebenarnya ngiri banget sama orang yang dapat beasiswa, karena saya selalu gagal mendapatkannya
ReplyDeleteIn syaa Allah akan ada rezeki ditempat lain untuk mbak, mungkin bukan di beasiswa mbak @munasyaroh :) Allah maha mengetahui yang terbaik :) semangat mbaak ^^
ReplyDeleteada nilai C di 3 subject pas kuliah, agak ragu mau maju apply beasiswa ke NCU, but go forward is the best way than do nothing..... :)
ReplyDeleteyaps kak, tetap semangat, tetap ikhtiarkan melalui jalan lain ^^
ReplyDelete