Re-view Camp (3) : Berkenalan dengan Goa AC Bukit Kapur Ciampea

Bismillahirrahmaanirrahiim
Alhamdulillah, setelah malamnya bercerita banyak hal seperti dalam cerita sebelumnya, ba'da sholat subuh kami beraktivitas masing-masing. Mbak Septi sudah hilang kemana, dan Mas-mas sedang berkelana. Saya, kak Tiara dan mbak Ella membuat sarapan roti bakar. Peralatan seadanya tak membatasi kreativitas yang ada. Kata mbak Ella yang uji rasa sih  enak.hehe..Usai roti bakar terbuat, kamipun membersihkan area camp kami, dan kami bertiga menuju Puncak Batu Roti. Para Mas-mas rupanya tak naik ke atas, jadilah kami berempat naik ke atas. Hati-hati jika naik ke puncak ini guys, jangan sampai terpeleset. Utamakan keselamatan.
Indahnya ciptaan Allah...

Matahari masih malu-malu tak menampakkan wajahnya. Namun pesona Gunung Salak lebih dulu bangun memukai kemudian berbanding terbalik dengan matahari. Gunung Salak mulai tertutup awan saat matahari datang. Atas kuasa Allah yang menciptakan semua pemandangan indah ini. Kemudian kami beranjak turun dan menikmati sarapan bersama di samping tenda, yang awalnya ingin dinikmati saat di Puncak Batu Roti. Sayapun diingatkan untuk mengaduk energen yang saya buat karena sarinya ada di dasar gelas, dan memang itu sengaja sebenarnya agar awet.hehe..terima kasih kawan...
Saat matahari masih malu-malu...

Lalu, kami teringat sesuatu, iya saya membawa hammock. Sayapun mengambil hammock dan seperti pengunjung yang lain, kamipun mencari 2 pohon yang kuat untuk menjadi pegangan. Tuh hammock aja harus kuat pegangannya, apalagi hati yang harusnya hanya Allah yang menjadi satu-satunya pegangan dan pengharapan...Dramatis terjadi saat menentukan dimana hammock akan dikaitkan, dan setelah saya dengan mas Nanda gagal yakin terhadap pohon, mas Dwi dan mas Azmi yang kemudian melanjutkan perjuangan hingga akhirnya bisa hammock-an. 
Camping squad, kak Septi berfoto

Alhamdulillah, menikmati pagi dengan hammock yang menghadap langsung ke arah gunung Salak, ditemani candaan yang renyah di pagi hari. Semakin sefrekuensi dengan kelompok ini, alhamdulillah ya Allah Engkau pertemukan dengan kumpulan yang obrolannya memberi manfaat. Kak Septi pamit pulang lebih dulu karena ada agenda di Kota. Disela- sela obrolan yang mulai hening, saya dan mbak Ella beranjak, mencoba menyusuri jalan menuju Goa AC, namun baru melangkah sekitar 150m, kami sudah bertemu semak-semak dan memutuskan kembali. 
In frame kak Tiara dan mas Nanda...

Saat kembali ke Camp, kami berjumpa dengan dua pengunjung lain yang mengarah ke jalan menuju Goa AC. Sayapun bertanya "mau kemana Bang?", "cari pengalaman ke Goa AC" jawabnya. Mad Dwipun beranjak dari tempat duduknya dan mengisyaratkan mengikuti. Mas Azmi dan mas Nandapun terpanggil, hingga akhirnya saya dan mbak Ella ikut kembali. Kak Tiara memilih stay di tenda. 

Kami menusuri jalanan yang memang tidak dibersihkan, kata warga sekitar melalui mas Dwi, agar anak-anak tidak bermain di area itu. Sebelum kami berangkat, saya bertanya ke Bapak pedagang yang baru naik, kata beliau sekitar 20 menit Goanya. Suasana hutan yang masih rimbun dan lembab ditandai dengan lumut yang tumbuh di area pohon, serta sinar matahari yang menyelinap masuk di sela-sela tajuk. Alhamdulillah, tidak terpapar panas, namun jalannya naik turun bahkan ekstrim. Seperti dua kalinya naik ke Puncak Batu Roti. Saya dan mbak Ella mempertanyakan asal batu-batu besar di sela perjalanan, dan tampak alami. 
Jalur menuju goa AC...

Kami sudah berjalan 10 menit, dan jalan semakin menantang sebab harus menunduk melewati ranting, dan hati-hati saat turunan hampir 90 derajat. Koloni monyet masih terlihat bertengger di ranting pohon serta beberapa bergelantungan, Alhamdulillah hidup berdampingan, semoga saja tak ada yang mengganggu keberlangsungan hidup mereka. 

Kami memutar mencari Goa AC, memandangi bekas arca-arca yang terlihat natural. Memang, di google maps menemukan titik ini ditandai sebagai Puncak Arca Goa AC. Kami terus berjalan melewati bangunan seperti punden dan memang Goa AC hanya dibiarkan alami tanpa tanda. Hanya terlihat mulut Goa. Sayapun teringat obrolan saya dengan Pak Ace, penjaga di basecamp. Goa AC ini goa vertikal sekitar 50m ke dalam. Anggota Lawalata IPB pernah turun untuk explore. 
Jejak-jejak sejarah

Hawa sejarah mulai terasa di area ini, kata bapak Ace beberapa arca yang ada sudah dipindahkan ke museum. Nah, sayangnya saya tak menanyakan lengkap asal muasal kenapa ada arca-arca di sini. Seperti pertapaan tapi belum tau kebenarannya. Setelah menikmati suasana dan sedikit berdiskusi, ada satu monyet yang berada di atas pohon tempat kami berfoto seperti mengisyaratkan sesuatu. Kamipun pamit untuk kembali ke camp.
Goa AC...

Alhamdulillah, bisa menapakkan kaki di area puncak arca Goa AC ini. Berharap bisa mengetahui asal-usul cerita sejarahnya. Setelah melalui track awal dan sampai di camp, kami membereskan tenda dan peralatan lain. Waktu sudah menunjukkan pukul 10.00 WIB, sesuai jadwal yang telah kami susun, kami bersegera pulang, saatnya menunaikan kewajiban lain. 
Geng sholeh sholehah goa AC...Aamiin

Alhamdulillah, camping singkat penuh perenungan dan manfaat. Sesampainya di basecamp, kami bertemu satu rombongan besar dari Napak Tilas Sejarah. Sejenak berbincang, beliau-beliau ini mau menuju puncak arca Goa AC. Wah..sebenarnya ini jawaban pertanyaan saya, namun mungkin belum rejeki ikut explore lagi, karena saya harus kembali. Alhamdulillah, begitulah camp singkat kami, semoga di setiap aktivitas ini kami dapat mengambil pelajaran-pelajaran yang telah Allah berikan kepada kami. Semoga dengan perjalanan, semakin mendekatkan kita dengan Sang Pemilik Alam, Allah SWT.
***
Puri Fikriyyah, 3 April 2017
Vita Ayu Kusuma Dewia

Comments