Arief Rabik dan Bambu yang Menginspirasi

Bismillahirrahmaanirrahiim
Siang itu (5 April 2018) di Bumi CIMB Niaga, Gunung Geulis, Yujin mengajak saya menemui kak Dean, dan kami bertiga  bergegas menuju Resto untuk menemui salah satu pemateri dalam rangkaian kegiatan Kejar Mimpi Leaders Camp 2018. Pemateri yang akan kami temui bernama kak Arief Rabik, ownernya @Indobamboo dan beliau akan mengisi workshop di bidang lingkungan. Lingkungan menjadi salah satu pilar yang diusung CIMB Niaga Peduli, 3 lainnya adalah pendidikan, pengembangan pemberdayaan masyarakat dan filantropi. Pemateri 3 bidang lainnya juga keren-keren tapi berhubung saya berkesempatan meng-LO bidang lingkungan bersama Yujin, maka yang akan saya kisahkan pertama ini adalah sosok kak Arief Rabik.

Setelah mencari keliling Resto, ternyata kak Arief sedang menerima telepon didekat air mancur yang berada disisi kiri Resto. Kamipun menyapa beliau, dan dengan sambutan hangat beliau mengajak kami untuk meneruskan obrolan di dalam Resto. Humble, itulah kesan pertama saat saya bertemu dengan beliau, apalagi dipadu dengan busana super casual membuat suasana semakin santai untuk berdiskusi. Dibalik penampilannya yang sangat santai, kak Arief menyimpan ilmu yang sangat dalam mengenai per-bambu-an khususnya di Indonesia. 

Saya bersyukur diberikan Allah kesempatan menjadi LO pemateri khususnya kak Arief ini, karena banyak ilmu baru yang saya dapat dari beliau. Kak Arief memperkenalkan bu Desy (ITTO Bamboo Project, KLHK) dan kamipun memulai diskusi berempat untuk mengisi jeda waktu sebelum workshop dimulai. Setelah saling memperkenalkan diri, dan diskusi singkat bagaimana kondisi dan respon peserta,  kamipun menanyakan apa proyek yang sedang dilakukan kak Arief. Beliau menyampaikan sedang menuju visi 1000 desa bambu di Indonesia, khususnya mengaktifkan kembali lahan yang telah terdegradasi dengan penanaman bambu. Lalu secara mengalir sampailah pada pertanyaan mengapa bambu dan bagaimana dulu kak Arief berfikir menjadikan bambu sebagai media untuk berkontribusi di masyarakat.

Ternyata kak Arief merupakan generasi kedua di keluarganya yang melanjutkan pelestarian dan pemanfaatan bambu. Darah ini mengalir kuat dari Ibunya, Linda Garland, yang merupakan environmentalist. Kak Arief melanjutkan kerjasama yang telah dijalin ibunya sejak tahun 90'an di NTT, tepatnya terinspirasi setelah terjadinya gempa Maumere. Ibu Linda Garland belajar mengenai teknologi pengawetan bambu di Jerman agar dapat menjadikan bahan bangunan tahan gempa kala itu. Bambu dipilih karena strukturnya elastis dan di Indonesia jenis bambu ada lebih dari 500 jenis itupun ada yang belum terindentifikasi. Pertumbuhan bambu juga tidak memerlukan lahan yang khusus, artinya bambu dapat hidup dimana saja dan siklus hidupnya berkelanjutan. Saat ini, di Nusa Tenggara Timur, kak Arief mengembangkan hutan bambu seluas kurang lebih 300ribu hektar dengan jumlah bambu kurang lebih 10ribu rumpun bambu. Kak Arief memulai program Hutan Bambu Lestari sejak tahun 2010 dengan konsep industri bambu berbasis rakyat yang memungkinkan rakyat menjadi pengolah pertama bambu. 


Saya semakin tertarik berdiskusi saat kami membicarakan perihal air di NTT. Iya salah satu permasalahannya adalah  ketersediaan air. Maklum, sebagai anak teknik di bidang air rasanya haus informasi bagaimana cara mengurangi permasalahan air ini. Kak Arif menuturkan bahwa satu rumpun bambu dapat menyimpan kurang lebih 5000 liter air. Bu Desy pun  menambahkan kalau akar bambu juga dapat merubah struktur tanah khususnya top soil menjadi subur. Bambu juga dapat menurunkan emisi karbon dioksida sekitar 50 ton/hektar/tahun dengan estimasi terdapat 35 rumpun bambu perhektar. Beliau mengibaratkan gajah saja beratnya sekitar 5 ton, bayangkan berapa banyak gajah bertebaran ke atas jika emisi karbon di Indonesia 1,3 juta ton pertahun.  Sayapun teringat pada sidang terbuka Doktor bulan lalu di IPB yang menjadikan teknologi irigasi cincin sebagai salah satu cara mengatasi kekurangan air di NTB, dan akhirnya diskusi dengan kak Arief, bu Desy dan Yujin siang itu memperkaya wawasan saya.

Sayapun membuka topik baru terkait pemanfaatan bambu menjadi pengganti tulangan beton. Saya menceritakan ada rekan saya di S2 yang meneliti kekuatan bambu dibandingkan dengan tulangan baja yang notabene berasal dari energi fosil. Kak Arief menanggapi dengan mengapresiasi apa yang dilakukan teman saya, meneliti bambu. Ternyata, kak Arief sudah menerapkan pemakaian bambu sebagai tulangan sejak tahun 2011 untuk membangun pabriknya. Ya Allah, beliau down to earth banget dengan gaya berbicaranya yang santun, padahal beliau sudah mengaplikasikan apa yang diteliti teman saya. 

Lalu, Yujin menambah seru diskusi dengan menanyakan pemanfaatan bambu lainnya. Kak Arief menceritakan dengan pengolahan bambu yang benar dan sistem penanaman yang tepat, dapat meningkatkan harga jual bambu  yang semula lonjoran bambu dijual dengan ekuivalen 500ribu/ton apabila dilakukan pengolahan seperti pengawetan akan naik berkali-kali lipat. Melalui pengolahan bambu ini, masyarakat sudah merasakan dampaknya, misalnya di NTT yang meningkat pendapatanya, secara jangka panjang ini akan meningkatkan taraf ekonomi masyarakat. Bambu tidak hanya dimanfaatkan sebagai bahan bangunan, bambu laminasi atau kerajinan tapi juga di industri tekstil. Kemarin, kak Arief memamerkan celana yang ia pakai berasal dari bahan bambu, belum lagi handuk yang ia bawa dan beberapa pernak pernik lainnya berasal dari bambu.  Inspiring banget kan guys? :')
Pemanfaatan bambu menjadi bahan bangunan (Sumber: Indobamboo)

Tak berhenti di situ, kak Arief menceritakan pengalamannya mencari ilmu sampai belajar kimia untuk mengetahui formula  yang tepat untuk memanfaatkan bambu dan terus bekerjasama dengan networking yang dimilikinya. Beliau juga terus mengedukasi masyarakat untuk tidak menganggap remeh tanaman bambu ini. Bersama CIMB Niaga, Yayasan Kehati dan KLHK, kak Arief berkomitmen untuk terus menebarkan semangat yang ia lakukan saat ini, meskipun ada juga masyarakat yang menolak penanaman bambu ini. Kak Arief menganggap tantangan adalah sebuah peluang, salah satunya mengedukasi masyarakat yang memang belum mengetahui. Rumah Mimpi adalah salah satu program  kerjasama yang akan kak Arief bangun di NTT untuk mewadahi seluruh kalangan masyarakat NTT untuk saling belajar dan bertukar pikiran. 

Sayapun jadi teringat dengan daerah saya sendiri, Ngawi, yang kata Ngawi itu berasal dari bahasa sansekerta "Awi" yang berarti bambu, dan memang di Ngawi banyak bambu. Tak perlu jauh-jauh, bambu di lahan ibu saya sendiri dibiarkan begitu saja. Maka dari itu ilmu ini benar-benar sangat bermanfaat khususnya buat saya sendiri, semoga saja sahabat blogger juga dapat mengambil ilmunya dari cerita ini. 

Tanpa sadar cerita yang baru part satu ini panjang juga ya, padahal baru satu kisah saat diskusi di Resto dan ini belum selesai loh :'D Part 1 ini, kak Arief memberikan pelajaran bahwa untuk berkontribusi di masyarakat dapat dimulai dengan hal yang sederhana, seperti melihat permasalahan di masyarakat dan mencari solusi dengan yang dekat dari kita, misalnya beberapa permasalahan yang dapat diselesaikan dengan bambu tersebut.

Saya sudahi dulu part 1 ini dan selanjutnya saya akan menceritakan apa-apa tantangan terbesar kak Arief dalam menjalankan passionnya di bidang bambu ini, bagaimana beliau bangkit, dan menurut kalian, yang dilakukan kak Arief ini, beliau melakukan hanya karena passion atau memang karena visi yang kuat? Oh iya, beliau juga men-challenge saya dan teman-teman terkait komitmen, ingin tau kan challengenya apa? ^^ Sampai jumpa kelanjutan kisahnya di postingan setelah ini ya ^^
***
Wisma Wageningen IPB, 7 April 2018
Vita Ayu Kusuma Dewi

Comments