Bismillahirrahmaanirrahiim
Alhamdulillah masih Allah berikah kesempatan untuk bisa berbagi cerita, berharap melalui tulisan ini, sahabat blogger bisa merasakan atmosfer semangat merealisasikan mimpi melalui kegiatan Kejar Mimpi Leaders Camp 2018. Sebelum meneruskan membaca, adakah yang belum membaca part 1-nya? Kalau belum melaju dulu ke "Arief Rabik dan Bambu yang Menginspirasi" ini ya. Kalau sudah, yuk lanjutkan ^^
Setelah saya, Yujin, bu Desy dan kak Arief membahas projectnya, sayapun nyeletuk tanya hal yang paling membuat jatuh atau bisa dibilang kendalanya. Kak Arief senyum simpul mengisyaratkan membangun project yang mengedukasi masyarakat itu bukanlah hal yang instan, tapi beliau sembunyikan beratnya kendala itu. "..yang pasti prosesnya tidak instan", kata kak Arief. Walaupun meneruskan usaha Ibunya yang lebih dulu mengawali memanfaatkan bambu ini, kak Arief juga sampai belajar kimia untuk mempelajari bagaimana merawat, mengawetkan dan membuat bambu-bambu tersebut dapat termanfaatkan secara maksimal. Wasting time salah satu hal yang disebut sebagai kendala, karena banyak waktu yang diperjuangkan untuk mencapai visi yang kak Arief bangun, yaitu mewujudkan 1000 desa bambu. Namun, wasting time itu bernilai positif sebagai pembelajaran, pun juga kegagalan adalah sarana untuk kembali bangkit meraih impian. Pengorbanan untuk mewujudkan impian bukan hanya tentang waktu, tapi dapat berupa materi hingga bahkan mendekati titik "depresi", salah satu obatnya adalah kembali mengingat tujuan utamanya.
Ketika Yujin bertanya mengenai apa yang membuat kembali bangkit, kak Arief mengatakan ini bukan hanya sekadar mengikuti passion sebab kalau hanya berfokus pada mengikuti passion, ketika kita dihadapkan pada hal-hal yang harus kita lakukan tapi bukan passion kita, kita akan merasa tidak semangat atau bahkan tidak mau melakukannya. Bagi kak Arief, yang menjadi goalnya adalah visi, dan passion tersebut mendukung terwujudnya visi. Kalaupun ditengah jalan ada sesuatu yang tidak sesuai passion selama memang jalannya menuju visi, ya harus dilakukan. "...maaf ya, andai kata di jalan menuju visi itu kita harus membersihkan kotoran ya harus kita lakukan" kata kak Arief kepada kami untuk meyakinkan. Bagi kak Arief, komunitas yang sevisi sangat berperan penuh bagi beliau, terutama jika ada permasalahan setidaknya bisa saling bertukar pikiran mencari jalan keluar, jadi tidak langsung menyerah, dengan komunitas itu pula kita dapat on the track dengan visi yang telah disusun.
Saat kami menyudahi diskusi kami, kak Nia Dinata datang, karena beliau juga merupakan salah satu sumber yang mewakili pilar edukasi. Tau kak Nia kan? Salah satu filmmaker wanita di Indonesia. Kak Nia menceritakan bagaimana beliau saat itu memilih untuk menekuni dunia per-film-an, bahkan saat itu tahun 80'an, jurusan mengenai perfilman ini hanya ada satu di Indonesia, dan mayoritas masih laki-laki yang menekuninya, tapi bagi kak Nia, gender bukan menjadi problem untuk berkarya. Saat itu orang tua kak Nia belum sepenuhnya mendukung mengapa harus jurusan per-film-an yang saat itu belum booming. Tak pantang menyerah dan dapat menyakinkan orang tua, kak Nia akhirnya melanjutkan sekolahnya di luar negeri. Uniknya, kak Nia ini memanfaatkan waktu bermainnya dengan stok film yang dapat ia tonton. Passionnya terhadap dunia film makin kuat dan kak Nia membuat film-film dokumenter.
Ilmu itu dibagi, dan bagi kak Nia edukasi adalah hal sangat penting khususnya bagi yang ingin menekui sebagai sineas. Kak Nia-pun membuka workshop bagi yang memiliki passion di dunia film dan benar-benar belajar dari nol atau pemula. Melalui workshop kak Nia tersebut lahirlah film-film yang mendidik walaupun diawali dari film dokumenter. Bagi kak Nia, melalui film kita dapat memandang dunia. Belajar mengenai film bukan hanya tentang film komersil, namun belajar pula tentang pemikiran, idealisme agar lahir film berkualitas yang bukan hanya untuk senang-senang.
Kak Nia banyak membuat film dokumenter dan film bisa menjadi media edukasi bagi orang lain. Kak Nia juga berpesan untuk menguatkan passion kita, apabila memiliki passion, do it, jangan hanya omong doang. Gagal coba lagi dan terus evaluasi agar kedepannya lebih baik. Tak sampai di situ saja, kak Nia berpesan agar kita menemukan "suku" kita, atau komunitas yang sevisi, karena dengan itu passion kita akan terjaga dan jika ada kendala bisa saling sharing.
Alhamdulillah, itu yang bisa saya sharingkan dari dua orang yang luar biasa menginspirasi, ternyata bukan hanya follow your passion saja ya guys tapi juga reach your vision, jangka panjang dan tidak egois hanya memikirkan diri sendiri. Gagal itu biasa tapi bisa bangkit dan terus mengejar mimpi hingga terealisasi adalah luar biasa. Selamat merealisasikan mimpi ^^
In syaa Allah setelah ini ingin berbagi kisah 2 orang luar biasa menginspirasi lagi yang keluar dari zona nyaman untuk kebermanfaatan ^^
***
Wisma Wageningen - Puri Fikriyyah, 11 April 2018
Vita Ayu Kusuma Dewi
Comments
Post a Comment
Komentar dimoderasi, yuk sambung silaturahim, saya akan langsung berkunjung balik ke sahabat semua ^^