Wet-nesday di Sydney

Bismillahirrahmaanirrahiim
Rabu kemarin adalah rabu terbasah sepanjang tahun ini, jika saya lihat dari rekaman stasiun curah hujan dekat kampus di website BMKG Australia. Sehari sebelumnya, pemilik apartemen sudah memberitahukan bahwa bersadarkan prakiraan cuaca, hari Rabu akan terjadi hujan lebat. Intinya mah diminta siap-siap terutama yang unitnya ada balkon, diminta untuk menutup agar air tidak masuk. Alhamdulillah ternyata Rabu pagi turun hujan lebat, ingin rasanya tarik selimut selepas subuh dan tidur, ini mendukung sekali cuacanya, hujan di tengah musim panas, kan menyejukkan :D

Bagi saya hujan hari Rabu itu ya mirip di Bogor, dan waktunya memanfaatkan untuk berdoa. Allahumma shoyyiban nafi’an, Sudah jam delapan pagi, sayapun berangkat, walau masih gerimis, kalaupun menunggu memang tidak berhenti hujannya. Benar-benar Wet-nesday ^^ Pukul Sembilan kiranya, dua teman saya mengirimkan pesan WA, intinya menanyakan apakah di Uni masih lebat hujannya. Saya jawab sudah sedikit reda. Ternyata di daerah mereka ada yang menggenang dan beberapa angkutan umum seperti kereta api tidak sesuai jadwal datangnya.
Salah satu data yang bisa diunduh dari BMKGnya Australia atau disini disebutnya BOM (Bereau of Meteorology)

Konon, ini hujan dua bulan tumpah jadi satu di Rabu kemarin. Sayapun menutup sejenak jendela Excel saya, saya buka laman BMKGnya Australia dan mencari data curah hujn. Masyaa Allah ini datanya lengkap dan real time, di stasiun terdekat dengan tempat tinggal saya. Saya jadi teringat saat riset S1, saya menganalisa data curah hujan untuk memodelkan intensitas hujan, Saat itu datanya harus meminta ke UPT dan jika tidka berafiliasi berpotensi membayar, dan kalau ambilnya data yang permenit atau jam dipastikan lebih mahal. Saya berharap, atau bermimpi lah ya, semoga entah kapan nanti, in syaa Allah Indonesia bisa menyediakan data gratis dan real time bagi rakyatnya ^^ 

Saya kemarin berpikir, dengan adanya open access data, selain memang kebutuhan akademis atau praktisi, masyarakat juga dapat teredukasi. Ibaratnya the “melek iklim”. Jika masyarakatnya memahami iklim, walau masih dasar, setidaknya tidak akan saling tuding atau menuduh pihak jika misal ada banjir atau genangan, karena genangan bisa jadi memang kapasitas tampungannya kurang, bisa juga adanya kondisi ekstrim di luar prediksi. Ya itu pemikiran singkat kemarin, jika sudah memiliki ilmunya pasti akan beda menanggapi sesuatu. 

Saat pulang dari kampus, di jalan saya melihat mobil salah satu stasiun televisi lokal dan mereka bawa pengukur iklim set, kalau di Lab ini semacam davis. Ya Allah benar-benar niat dan ada ya di sini sampai segitunya untuk siaran yang valid, sayang tak sempat mendokumentasikan. Saya baca di beberapa surat kabar online, area Sydney yang tergenang banyak, dan ada korban polisi yang terluka saat membantu pengendara jalan. Terasa memang anginnya dan hujannya itu kalaupun berhenti hanya beberapa menit lalu hujan lagi. 

Malamnya, saat saya keluar dengan kak Gres, untuk inspeksi penginapan, payung kami sampai terbalik di jalan :’D Sedang di perempatan, nunggu lampu berganti warna dan akhirnya kuyup juga. Alhamdulillah. Alhamdulillah ada waktu mustajab panjang untuk berdoa dan jadi tau bagaimana hujan lebat di Australia, jadi memanfaatkan data juga untuk mengetahui kondisi yang ada. Alhamdulillah wet-nesday semoga penuh berkah. Semoga selalu Lillah :’) Begitulah cerita wet-nesday kemarin, semoga ada yang bisa dijadikan hikmah ya ^^ 
***
Eveleigh, 29 November 2018
Vita Ayu Kusuma Dewi

Comments