Cinta Kita Semakin Bersemi (Insya Allah)

Bismillahirrahmaanirrahiim
Menyisipkan bait-bait cerita sembari menikmati pending 2x30 menit kemudian pending lagi 3x30 menit kemudian disusul order pending 1x60 menit. Suara mulai berhamburan tak beraturan malam ini tapi kenangan untuk hari ini akan tetap memiliki wadah tersendiri dalam ingatan. Ya, ini hanyalah cerita tentang sebuah pertemuan yang tidak terencana.

Hari sabtu yang penuh ketidakpastian. Awal cerita, sore itu (15/08/2014) didepan Gedung Dekanat berjumpalah dengan seorang kawan yang menawarkan rencananya untuk pergi kesuatu tempat yang damai, disalah satu sudut Nusantara. Niat yang menggebu-gebu ingin ikut dalam rombongan backpacker tersebut bertahan sampai pagi hari.  Sayangnya, restu orang tua belum kami kantongi saat itu, meskipun dalam hati ingin sekali mengunjungi B29. Salah satu faktornya adalah kami naik motor untuk menuju kesana. Meskipun jalan offroad pernah diperbolehkan oleh orang tua kami untuk dijelajahi, tapi untuk saat ini, orang tua kami meminta maaf tidak mengijinkan. Kondisi saat itu mungkin karena  diri ini rindu bercengkerama dengan alam, bersama kawan-kawan baru dan mungkin karena hati ini ingin terdiam sejenak, hanya menatap langit bebas tanpa campur tangan akademik di Kampus. Absen pagi dengan Ibu akhirnya ditutup dengan ijin untuk keluar refreshing tanpa pergi ke Kampus.



Singkat cerita, pagi tadi (16/08/2014) harus memutuskan untuk tidak ikut rombongan, dan teman kami Mbak Nurma, tetap melaju dengan niatnya. Mungkin belum saatnya menjejak ditempat tersebut, namun yakin suatu saat nanti akan dapat mengunjunginya. Setelah mantab dengan keputusan tidak ikut, ada godaan menghampiri. Ada hasutan dari sisi kiri untuk tetap berangkat ke B29 tanpa restu sampai akhirnya hingga  pukul 10.38 WIB kiranya, keputusan dariku masih tanda tanya. Padahal jam 14.00 WIB, kami harus berkumpul di meeting point, Alun-alun Kota Malang. 

Disela-sela kebimbangan itu ada rindu yang tiba-tiba hadir ketika memandangi foto bersama adik-adik di Posko beberapa bulan yang lalu. Tiba-tiba ingin tahu kabarnya dan semua tentang mereka saat ini. Kemudian ingat pada salah satu adik,  yang teleponnya sama sekali tidak sempat kuangkat karena berada dalam suatu kegiatan. Adik itupun tidak merespon saat aku hubungi. Ya, rasa bersalah itu muncul. Aku takut silaturahim ini akan terputus gara-gara kesalahanku sendiri. Akhirnya aku mendoktrin kepada diriku sendiri, kalau sampai jam 11.00 WIB tidak ada keputusan jelas, salah satu opsinya adalah Ngantang, bertemu dengan mereka, generasi masa depan.
*
10.58 WIB, waktu semakin mendekat, tawaran yang ku ajukan ke Mbak Lintang sama sekali belum terjawab. Siang itu aku benci ketidakpastian, akhirnya kuambil tas kecil hitam yang beberapa bulan ini selalu menemani, kukunci kamar, pamit kepada teman Kos dan menuju Kos Mbak Lintang. Saat masuk ke Kamar Mbak Lintang, dia masih asyik dengan film-film barunya. Kuutarakan tawaranku disusul dengan cerita panjang lebar tentang sebuah peristiwa, akhirnya kami sepakat untuk berangkat setelah Dhuhur. Itu saja masih ada pertentangan, naik angkot atau motor tanpa helm untuk menuju terminal. Untung saja, dengan saling memaklumi kami berangkat terpisah dan bertemu di Terminal Landungsari.
*
Para kondektur itu sama sekali tak memberi ijin kami masuk terlebih dahulu kedalam bus untuk mencari tempat duduk, dengan alasan penumpang menuju Jombang dan Kediri lebih diutamakan. Akhirnya kami menunggu bus yang sedikit lengang. Bus arah Jombang menjadi alternatif nekat kami, meskipun harus berdiri. Alhamdulillah pertolongan Allah dengan memberi sedikit celah untukku duduk. Kangen dengan Revo, sahabat petualang yang menemaniku dan Mbak Lintang menuju tempat-tempat bolang kami. Kami terpaksa meninggalkannya.


Setelah Pak Hasyim, seorang kakek yang menggunakan angkutan umum tersebut, duduk disampingku, semua bermula. Bersama seorang Mbak dengan Ayahnya dan Pak Hasyim, kami saling bercerita. Bapak dan anaknya yang berasal dari Ngoro itu bercerita kepada penumpang lain termasuk aku, tentang pengalamannya. Mbak-mbak yang berprofesi menjadi guru dan sudah memiliki anak satu itu awalnya hanya bertanya dimana aku kuliah. Berasal dari kata “Pengairan”, Bapak itu akhirnya seperti mengingat masa kuliahnya. Bapak yang merupakan lulusan teknik sipil tersebut bercerita banyak termasuk dalam lingkungan kerja. 



Tak ketinggalan bercerita adalah anak Bapak tersebut. Uniknya, kami nyambung karena yang kualami dengan Mbak tersebut sama. Merasa “salah jurusan”. Dengan kesana kemari bercerita lika-likunya ada satu kesimpulan yang sudah memasyarakat, Allah Maha Mengetahui yang terbaik bagi hamba-Nya. Bidang yang tidak kita inginkan tersebut justru mendekat dan ada hal-hal indah yang terjadi didalamnya, yang mungkin tidak akan didapat ketika kita memaksakan keinginan kita. Kami juga sharing  tentang dunia kerja dan juga wanita. Setiap orang memiliki keistimewaannya masing-masing juga menjadi pelajaran selama di Bus tersebut.
*
Setelah melalui rest area Ngantang, aku dan Mbak Lintang bersiap untuk turun. Pertigaan yang kurindukan dengan Patung tinggi disisi kiri jalan. Kemudian aku menghubungi Ibu Dik Intan, salah satu korban Gunung Kelud, februari yang lalu. Aku senang bertemu dengan Beliau kembali. Tak lama kemudian Dik Intan datang, baru pulang latihan pramuka di Sekolahnya. Mereka sudah naik satu tingkat saat ini, yang dulu saat bertemu masih kelas 6 SD sekarang sudah SMP, begitu juga yang lainnya. Mereka semakin berkembang. Cantik dengan kerudung yang kini mereka kenakan, meski masih belajar hanya dipakai di Sekolah.

Aku meminta ijin kepada Ibunya Dik Intan untuk pergi ke Gang sebelah, ketempat anak-anak yang lain. Aku tak sabar menyapa mereka yang mulai samar-samar terlihat. Putri, Jalu, Rahul dan anak-anak lain. Aku rindu kalian… teriakku dalam hati. Apakah kalian masih mengingatku adik-adik manis?

It doesn't matter if you live far away from me
You feel I feel, you bleed I bleed, you cry and I cry
We sleep and dream
Sometimes we're sad, sometimes we're happy
You breathe I breathe
We love, walk, talk and we smile
(One Big Family - Maher Zain)

Seorang Ibu menyambut dan masih tetap sama seperti beberapa bulan yang lalu, memanggilku “Bu” karena dianggap aku seorang guru. Anak-anak lain masih malu-malu mendekat, karena saat itu mereka berbeda Posko Pengungsian. Tapi itu bukan menjadi masalah, we’re big family.


Rumah Pak Kamituo, ayahnya Rahul, ramai sekali. Ibu-ibu sedang memasak mempersiapkan kegiatan bersih desa dan kegiatan 17an. Tak lupa, kamipun disuguhi makanan-makanan itu. Waluh rebus, suguhan tradisional yang jarang ada di Kota. Mereka masih asyik bermain, akupun hanyut didalamnya. Tak lupa Dik Niko pun juga mengklarifikasi kenapa tidak menjawab telepon dan smsku. Aku masih sangat ingat dengan Adik SMP tersebut, yang ingat Ibunya saat bersamaku di Posko. Keasyikan dengan anak-anak, akupun menikmati duniaku, dan Mbak Lintangpun langsung akrab dengan anak-anak itu meskipun baru pertama bertemu. Aku tahu Mbak Lintang langsung jatuh cinta dengan Dik Reta. Gadis manis dengan bulu mata lentik itu. Anak-anak disini bertambah, ada Dik Novan juga. Aku senang bersama mereka, mereka seperti adik-adikku sendiri.


Mengulang memori Bima Sakti, ketika ku keluarkan handphone dan kamera, mereka langsung antusias. Anak-anak yang berbeda, ketika anak Kota banyak terbuai dengan gadget, mereka masih bermain berkumpul dengan kawan-kawannya sebaya dengan alat permaianan yang sederhana. Kesukaan mereka sama, game tebak gambar dan cerdas cermat. Handphone Mbak Lintangpun juga ikut menjadi sarana untuk mereka. Terima kasih Mbak Lintang atas kebaikan hatinya, insya Allah handphone itu sangat bermanfaat menunjang ilmu adik-adik tersebut. Dik Ilham dan Dik Pendik dengan semangat memotret teman-temannya, juga memotret Ibu-ibu di Dapur. Adikku sayang, aku benar-benar merindukan kebersamaan kita, dan akhirnya Allah memberiku kesempatan bersama kalian kembali.


Allah menganugerahkan cinta di antara kita, adik-adikku. Sejak pertama bertemu dengan kalian, Allah menitipkan rasa cinta yang mendalam hingga akhirnya kita saling merasa memiliki. Hubungan kita tidak berhenti disini kan adik-adikku? Kita masih akan berlanjut menjadi keluarga kan?
*
Kemudian satu persatu adik mulai dipanggil Ibunya untuk mandi. Akupun dipanggil Ibu dan membawaku ke Rumah Pak Wo. Kami saling bercerita, terutama aku bertanya tentang tindakan pemerintah setelah aku dan beberapa kawanku mengidentifikasi kerusakan pada saat itu. Dik Intan, Dik Putri, Dik Tia, Dik Wika, Dik Ilham, Dik Pendik, Dik Jalu masih asyik dengan mainannya. Mereka belajar bersama menjawab pertanyaan cerdas cermat. Dik Laila masih mandi dan Dek Reta masih bersamaku di Rumah Pak Wo. Ibunya Dik Reta kaget saat Dik Reta mau kusuapi. Akupun senang, berasa jadi kakak bagi Dik Reta. Ibunya mempercayakan kepadaku dan seperti biasa, anak kecil, kesana kemari harus kuikuti. Ibu-Ibu sedang berdiskusi tentang masakan yang akan disajikan saat bersih desa dan hiburannya.


Matahari semakin redup tenggelam, sepertinya ini akan mengakhiri perjumpaan singkat itu. Sebuah keluarga yang terbentuk beberapa bulan yang lalu dan akan terus bertahan selamanya. Aamiin.. kecuali jika memang Allah berkehendak memisahkan diantara kami didunia, tapi kami akan selalu berdoa agar dipertemukan kembali di Surga Allah. Aamiin…
*
Kusudahi pertemuan itu dan Ibu-ibu serta Bapak mengundang kami untuk datang kembali hari selasa dengan kegiatan bersih desa dan menonton kuda lumping. Aku senang masih diterima ditengah mereka. Alhamdulillah VL Adventure kembali bertabur hikmah bersama adik-adik itu. Ternyata bolang bukan hanya ke Gunung, Pantai atau tempat terbuka lainnya, hanya cukup menyambung silaturahim saja ternyata banyak memberikan hikmah. B29 lari, Ngantangpun menyambut dengan hangatnya.

Tak sebatas itu saja, masih ada pelajaran ketika di Bus pulang. Mbak Lintang belajar dari kebaikan hati seorang pemuda yang memberinya kesempatan tempat duduk, dan aku yang berada di depan menikmati mencerna hikmah dari kisah seorang Ibu yang saat itu akan mengunjungi saudaranya di Pandesari, yang saat itu Ibu belum tahu daerah Pandesari. Dalam perjalanan, banyak pula anak-anak yang ingin naik ke Gunung Panderman. Maklum, malam kemerdekaan, pengunjung beberapa Gunung akan meningkat. Mereka tampak solid dan saling membantu sama lain. Ketika mereka turun di pertigaan menuju Panderman, mereka juga disambut kawan lainnya yang sudah menunggu. Ah..pemandangan itu, kurindu kawan-kawan petualang…

Sop Pak Min menjadi pelabuhan terakhir sebelum aku dan Mbak Lintang berpisah. Kemudian aku melanjutkan aktivitas di Kampus dan Mbak Lintang kembali ke Kosnya. Selamat datang Kampus, kau pasti menunggu kedatanganku.
***

*Terima kasih sahabatku, yang telah menemani menjadi sahabat petualang selama kuliah ini. Lintang Karlina, seorang kawan yang mau menerimaku saat mahasiswa baru meski aku sudah tidak masuk 2 minggu, seseorang yang mau membuatkanku nametag saat itu, dan sejak itu Allah memberikan kesempatanku untuk berpetualangan ke alam ciptaan-Nya bersama Mbak Lintang. Semoga petualang kita selalu memberikan hikmah dan manfaat bagi kita dan lingkungan kita. Aamiin…

*Tak terasa saat menulis ini sudah berganti hari, itu tandanya 17 Agustus telah datang . Dirgahayu Indonesiaku, semoga kemerdekaan ini bukan hanya kemerdekaan semu, Negara ini menjadi barakah dan perilaku penduduknya tidak mengundang murka Allah SWT. Aamiin…

*Untuk kawan-kawan yang masih berjuang dalam mencari mufakat di ruangan ini, tetap semangat ya, tukar pendapat seperti dini hari ini semoga bermanfaat bagi kita dan hasilnya nanti akan menjadikan organisasi kita semakin dekat dengan Pencipta kita. Terima kasih diijinkan belajar dari kalian, mahasiswa Teknik, khususnya Keluarga Besar Mahasiswa Pengairan. Hal yang tidak saya dapatkan ketika saya bersama dengan kawan-kawan diluar Teknik, dan mungkin tidak semua mahasiswa Teknik mengalami proses ini.

HMP, 17 Agustus 2014
Vita Ayu Kusuma Dewi

Comments

Post a Comment

Komentar dimoderasi, yuk sambung silaturahim, saya akan langsung berkunjung balik ke sahabat semua ^^